Pengikut

Rabu, 01 Agustus 2018

Shalat Akar dan Tangga dari Segala Kemajuan


Oleh  Ataul Mujeeb  YA (Kep. Belitung)
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ، آمين.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)
“Qod Aflahal Mu’minun. Alladzina Hum Fii Shalaatihim Khoo’si’uun”

“Sesungguhnya Beruntunglah orang-orang yang beriman (1) Yaitu orang-orang yang Khusu’ didalam shalatnya(2).[1]

Menurut Pendakwaannya Agama Islam adalah agama yang Sempurna, tidak ada satu permasalahan pun yang tidak mendapatkan pandangan, salah satunya berkenaan dengan solusi untuk mengembangkan potensi yang ada didalam diri kita, Islam telah memberikan kunci yang teristimewa yakni Shalat.
Namun, Karena kebodohan sebagian manusia, ada yang mengatakan bahwa Shalat  merupakan pekerjaan yang laghau atau sia-sia, bahkan tidak berguna. Lebih menyedihkan lagi, ada juga yang mengatakan shalat  merupakan pekerjaan yang merugikan bahkan menimbulkan mudarat. Tidak dapat dipungkiri, dengan anggapan orang-orang semacam itu, sudah pasti akan lahir orang-orang dengan   kebiasaan menjilat ,mencari muka, malas, serakah, sombong, bahkan menjadi seorang yang tamak۔  {Na’uzdubillahi Min Dzalik}
 Padahal jika mereka mengetahui, bahwa ganjaran Shalat itu, untuk diri kita sendiri, bukan untuk Allah swt,  juga bukan untuk orang lain. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
    
#
Wa Mang Tazakka Fainnama Yatazakk Linafsihi, Wa Ilallahil Mashir”
“Orang yang selamat dari bergelimang dalam dosa dan berusaha untuk memperoleh kesucian, dia melakukan itu demi faedah bagi dirinya sendiri.[2]

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda berkenaan dengan hal ini

“...Ingatlah, shalat bukan sesuatu yang merugikan. Bahkan shalat ditetapkan untuk menyelamatkan manusia dari segala macam kerugian dan menghindarkan manusia dari keburukan-keburukan. Seakan-akan Islam mengemukakan pandangan bahwa, wahai manusia ! kerjakanlah shalat, yakni (hanya) sepuluh lima belas menit kalian duduk  dan berdiri, bukan atas dasar keinginan Tuhanmu. Tapi kerjakanlah untuk islah/perbaikan dirimu dan shalat merupakan sesuatu yang dapat menghapuskan keburukan-keburukan....”[3]

Lalu apakah ada  faedah shalat sebagai akar dan tangga bagi kemajuan hidup  kita? 

 Hadhrat Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِر
“Inna Awwala Maa Yuhaasabu Bihil ‘Abdu Yaumal Qiyaamati Min ‘Amalihi Sholatuhu, Faing Shalahat Faqad Aflaha wa Anjaha, Wa Ing Fasadat Faqad Khooba Wa Khosaro”
"Sesungguhnya amal perbuatan seorang hamba yang pertama kali akan dihisab (dimintai pertangungjawaban, penilaian) pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi…"[4]

Dari Hadits Rasulullah saw diatas, kita pahami bahwa ada sebuah tukhfah/ hadiah ketika kita melaksanakan shalat dengan khusu’ maka akan mendapatkan keberuntungan. 

Sebagaimana Firman Allah Swt :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)
Qod Aflahal Mu’minun. Alladzina Hum Fii Shalaatihim Khoo’si’uun”

“Sesungguhnya Beruntunglah orang-orang yang beriman (1) Yaitu orang-orang yang Khusu’ didalam shalatnya.”
 Sebaliknya ketika kita melaksanakan shalat dengan asal-asalan, lalai maka bukan keuntungan dan kebahagiaan yang akan kita dapatkan melainkan,  kerugian yang akan kita dapatkan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:
فویل للمصلین۔ الذین هم عن صلا تهم ساهون. الذین هم یراءون
۔
“Fawailul lil Mushollin. Alladzina Hum ‘Ang Sholaatihim Saahun. Alladzinahum Yuroouun.”
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. Mereka yang tidak menghiraukan shalatnya. Mereka yang hanya ingin dilihat orang saja.” [5]

Kalau kita ingin mengetahui dan memahami  faedah shalat sebagai akar dan  tangga kemajuan bagi diri kita, kita perlu kiranya kita  menela’ah dari arti shalat itu sendiri.

Yang pertama: Arti shalat adalah menggerakan dan dan menggoyangkan pinggul.
 
Dari segi ini shalat disebut صلوة  karena shalat juga membuat seseorang menjadi siap dan bertanggung jawab. Shalat tidak membiarkan seseorang duduk bermalas-malasan dan tidak ada tujuan. Orang yang shalat selalu siap sedia untuk memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dan hamba-hamba-Nya. Orang yang shalat membenci keloyoan dan kemalasan. Maka sudah pasti bagi orang yang melaksanakan shalat dengan baik, kehidupannya pun akan diwarnai oleh sifat-sifat yang tadi.

 Yang kedua: Kata صلوة  berasal dari kata صلي  yang artinya adalah terbakar dan membakar.
Dari arti kata ini  shalat disebut  صلوة karena kecintaan kepada Ilahi yang menggelora diperoleh melalui shalat. Bahkan para sufi mengatakan, sebagaimana  roti kebab dibakar begitu pulalah seharusnya kecintaan menggelora di dalam shalat. Selama hati tidak terbakar selama itu pula tidak akan timbul kelezatan dan kebahagiaan di dalam shalat. Dari hal ini kita bisa mengambil faedah untuk kehidupan kita bagaimana kita belajar membahagiakan orang lain atas ketenangan jiwa yang kita peroleh. Pendek kata dengan shalat kita memperoleh pelajaran untuk menimbulkan saling mengasihi satu sama lain.


 Yang ketiga: Salah satu arti  صلوة adalah fana dalam berdo’a dan menjerit (kepada Allah Ta’ala).
Do’a merupakan kemuliaan dan ruh shalat. Yakni di dalam shalat manusia menuju singgasana Allah Ta’ala dengan menjadi pendamba kecintaan-Nya. Oleh karena itu shalat disebut  صلوة yakni tubuhnya do’a. (Al-Mufradat lafaz صلا) Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: suatu kali saya berfikir bahwa apakah perbedaan shalat dan do’a. Di dalam hadits tertera,
الصلوة مخ العبادة
“ Ash-Sholatu Mukhul ‘Ibadah”
"shalat adalah sumsum ibadah“
Dari hal ini mesti kiranya kita mengambil pelajaran dari shalat, bahwa dengan shalat kita akan berusaha untuk mengembangkan ruh diri kita, dengan berusaha menumbuhkan ruh , maka kita akan mengenal jati diri kita, mengenal tujuan kehidupan kita. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Man ‘Arafa Robbahu Faqad ‘Arafa Nafsahu”
“Barang siapa yang mengenal Tuhannya , maka Dia akan mengenal akan jati dirinya”

Yang ke empat shalat memiliki arti Tangga/ Mi’raj
Sebagaimana Rasulullah saw bersabd:
“Ash-shalatu Mi’rajul Mu’minin”
“Shalat adalah Tangga bagi orang-orang yang beriman.”

Dalam hal ini Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
"Shalat adalah akar dan tangga dari segala kemajuan. Oleh karena itu dikatakan bahwa shalat adalah tangga bagi orang beriman. Di dunia ini telah berlalu ratusan ribu waliullah, orang suci, para agamawan, orang yang memiliki keruhanian tinggi (qathb). Bagaimana mereka bisa mendapatkan kedudukan dan derajat semacam ini? Melalui shalatlah mereka mendapatkannya."
Hazrat Rasulullah saw bersabda,
“qurrata ‘aini fishshalah,“[6]
yakni kesejukan mataku ada di dalam shalat.
 Pada hakikatnya tatkala manusia sudah sampai pada kedudukan dan darjat ini maka baginya shalat menjadi suatu yang paling lezat. Dan inilah maksud dari sabda Rasulullah saw itu. Walhasil, setelah manusia memperoleh keselamatan dari jiwa yang penuh perjuangan dia akan sampai pada maqam tertinggi.
Arti shalat yang ke lima adalah Shalat memiliki arti Doa
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
Hamare Hetyar Ko Du’a Hai
“Senjata Kita adalah Doa’”
Yakni, shalat adalah do’a....  Ketika do’a seseorang hanya untuk urusan-urusan duniawi maka itu bukanlah shalat. Tetapi ketika seseorang ingin berjumpa dengan Allah Ta’ala dan memperhatikan keridhoan-Nya, serta berdiri di hadapan Allah Ta’ala dengan penuh penghormatan, kerendahan diri, tawadhu dan kefanaan demi mengharapkan keridhoan Allah Ta’ala, barulah dia berada di dalam shalat. Hakikat dasar dari do’a adalah melaluinya tercipta hubungan antara Tuhan dan manusia. Inilah do’a yang melaluinya diperoleh qurub Illahi dan menghindarkan manusia dari hal-hal yang tidak masuk akal. Pada hakikatnya manusia (berdo’a dengan tujuan) memperoleh keridhaan Illahi. Setelah itu diperbolehkan berdo’a untuk kebutuhan-kebutuhan duniawi. Hal ini diperbolehkan karena terkadang kesulitan-kesulitan duniawi bisa menjadi penghambat dalam urusan-urusan agama. Khususnya pada saat lemah dan serba kekurangan kesulitan-kesulitan duniawi bisa menjadi batu sandungan bagi urusan-urusan agama. Kata  صلوة  memiliki arti berkobar sebagaimana terciptanya kobaran karena api. Begitu pula hendaknnya timbul gejolak di dalam do’a. Ketika sampai pada keadaan  sebagaimana keadaan mati barulah itu disebut  صلوة .[7]

Semoga kita dapat menjaga diri kita dan keluarga dalam menjaga shalat, dan semoga kita dapat menjadikan shalat sebagai benteng pertahanan yang kokoh dalam menjalani kehidupan ini. Amiin.
Wa aakhiru Da’wana ‘anilhamdulillahi Robbil ‘Alamin .
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.


[1] {Q.s Al-Mu’minun: 1-2}
[2] (QS Al-Fathir 35:19)
[3] (Malfuzhat jilid 1 hal 164)
[4] Sunan Abi Daud no. 864, riwayat Harits bin Qubaishah. Lanjutan Hadits tersebut ialah, “…Jika ada yang  kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula [dari yang wajib lalu dinilai dari yang nafal].”
[5] Q.s.al-Ma’un 5-7.
[6] (Nasa’i Bab An-Nisa)
[7] (Malfuzhat jilid 7 hal 368)

Permasalahan Rishtanata dan Solusinya





oleh  Ataul Mujeeb YA ( Kep. Belitung )

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً  وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ  إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا  ﴿النساء:١﴾
“ Wahai Manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu  yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia menjadikan  daripadanya Jodohnya, kemudian Dia kembangbiakan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak. “ ( An-Nisa: 1)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ Wahai Manusia!, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “ ( Al-Hujurat : 13)

اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ ْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.
Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik, lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (Begitu Sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeqi yang melimpah (yaitu surga).” (An-Nur:26).

أَلْحَمْدُ لِلّھِ الَّذِي مَنَّ عَلَیْنَا بِإِرْسَالِ الرُّسُلِ وَالْكُتُبِ وَجَعَلَ  اْلأَنْبِیَاءَ لِخِیَامِ التَّوْحِیدِ كَالطُّنُبِ وَقَفَّى عَلَى آثَارِھِمْ بِاْلأَوْلِیَاءِ لِیَكُونُوا كَاْلأَوْتَادِ لِلسَّبَبِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى خَیْرِ الرُّسُلِ نُخْبَةُ النَّخَبِ مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِیِّینَ وَشَفِیعِ الْمُذْنِبِینَ وَأَفْضَلِ اْلأَوَّلِینَ وَاْلآخِرِینَ وَآلِھِ الطَّاھِرِینَ الْمُطَّھَّرِینَ
“...Segala puji bagi Allah yang telah berbuat baik kepada kami dengan mengutus para Rasul dan Kitab-kitab dan telah menjadikan Nabinabi itu sebagai tali untuk kemah-kemah tauhid dan menghubungkandibelakang mereka wali-wali supaya menjadi paku bagi tali-tali danshalawat dan salam kepada sebaik-baik dan semulia-mulia Rasul,yaitu Khaatamun-Nabiyyiin dan yang akan memberi syafa’at untukorang-orang yang berdosa dan beliau itu lebih utama dari semuaorang dahulu dan kemudian dan pula shalawat dan salam bagi parapengikutnya yang suci dan yang disucikan....” (Anjaame Atahm, hal. 73).

Alhamdulillah, selayaknya kita bersyukur atas karunia Allah swt yang telah diberikan kepada kita, sehingga kita dapat berkumpul untuk bisa menikmati hidangan rohani dalam acara Jalsah Salanah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw.
اَللّھُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّیْتَ عَلَى إِبْرَاھِیمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاھِیمَ إِنَّكَ حَمِیدٌ مَجِیدٌ

Allah swt menciptakan manusia tidak terlepas dari sebab dan tujuan. Allah swt tidak mungkin sengaja menjadikan manusia dimuka bumi ini hanya sebagai makhluk yang sia-sia dan tidak berguna. Akan tetapi, manusia diciptakan untuk mengenal Sang Penciptanya dan beribadah kepada-Nya, sesuai dengan firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah kami jadikan Jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. ( adz-Dzariyat : 57).

Jalan untuk memperkenalkan Sang Khalik kepada hamba-Nya, Allah swt senantiasa telah memilih seorang dari antara hamba-hamba-Nya, hamba yang dipilih oleh Allah swt ini disebut Nabi atau Rasul. Jadi tugas seorang Nabi atau Rasul adalah untuk mengajak dan membimbing umat-Nya untuk mengenal dan beribadah kepada Sang Pencipta-Nya.
كنت كنزا مخفیا فاءرد ت ان عرف فخلقت ادم

Sebagai kaum akhoriin, kita beruntung bahwa kita telah beriman kepada semua Nabi dari bangsa apapun dan dari Negeri manapun. Mulai dari Nabi Adam as sampai kepada Penghulu para Nabi, Jungjunan termulia, Nabi Muhammad saw.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
            Tidak sampai disitu keberuntungan kita juga ialah kita telah meyakini semua sabda Nabi muhammad saw berkenaan dengan dijanjikannya seorang Al-Masih Al-Mau’ud di akhir zaman ini, yakni Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud as.
Hadirin yang saya muliakan!
Jemaat Ahmadiyah, adalah sebuah golongan pembaharuan dalam Islam, dimana kedatangannya sudah dinubuatkan oleh Rasulullah saw, misi dari Jemaat ini adalah “Yuhyiddina wa Yuqiimusyariah”.  Oleh karena itu merupakan sebuah bukti kebenaran Jemaat, tidak ada satu masalahpun yang tidak mendapatkan pandangan, tidak ada satu masalahpun yang tidak memiliki solusinya.. termasuk berkenaan dengan masalah Rishtanata.
Berbicara masalah Rishtanata di dalam Jemaat, sudah pasti pikiran orang-orang yang dangkal, pikiran orang-orang yang tidak suka dengan Jemaat selalu mencari-cari masalah dan dibesar-besarkan dan menjadi alat untuk menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah membawa aturan baru,  syariat baru yang tidak sesuai dengan ajaran  al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad Rasulullah saw. Nau’dzubillahi Min Dzalik.
Bahkan terkadang disisi lain, tak ayal menjadi luka bagi Jemaat, adalah orang-orang yang mengatakan kami cinta kepada jemaat, kami sayang kepada Jemaat, kami keturunan Jemaat tapi mereka pun masih ada yang melakukan pelanggaran terhadap nizam Jemaat, yaitu dengan menikah / menikahkan dengan ghair Ahmadi. Astahgfirullah hal “adzim .
Seharusnya mereka mengingat sebuah pepatah Bahasa Arab,
الاء یمان بلا عمل كشجر بلا ثمر
“Iman tanpa amal, Iman tanpa realisasi bagaikan Pohon yang tak berbuah bahkan tak ayal kering”.


Istilah Rishtanata bagi Jemaat , tentunya bukan merupakan suatu hal yang baru lagi, karena sering kali didengar bahkan menjadi bahasan menarik di dalam setiap pertemuan. Apalagi bagi khudam dan lajnah muda yang aktif disetiap kegiatan jemaat, istilah ini cukup populer, karena memang yang menjadi objek Rishtanata adalah mereka.
Namun sejauh ini, masih terlihat adanya suatu keprihatinan di lingkungan  Jemaat, karena dalam perjalanan mewujudkan Program Rishtanata ini masih kurang mendapatkan perhatian dari diri kita sendiri, selain itu timbulnya kurang kesadaran sejak dini dalam diri para Anggota Jemaat, sehingga menimbulkan berbagai macam masalah yang diada-adakan  yang menjadi faktor penghambat kelancaran Rishtanata ini. Sebagai contoh masalah-masalah yang sering ditujukan oleh para generasi kita yang kurang Tarbiyat:
1.    Terkadang diantara generasi kita sering menjadikan debat, apa itu Rishtanata? Apa tujuan dari Rishtanata?
2.    Atau ada juga yang mengatakan, di zaman orang tua kami, tidak ada pembatasan seperti ini, perjodohan seperti ini? Tidak ada itu dalilnya Rishtanata.
3.    Kemudian ada juga permasalahan dengan mengkambing hitamkan pardah atau dengan kata lain cenderung ingin memaksakan adanya sebuah pergaulan pranikah (pacaran), yang tanpa sadar kecenderungan itu akan menyeret mereka keluar dari Nizam Jemaat.
4.    Atau terkadang ketika seorang khudam dan lajnah sudah sama-sama setuju untuk melangsungkan pernikahan, orang tuanya yang justru memaksakan putra-putrinya untuk menikah dengan ghair ahmadi dengan alasan calon mantunya yang lebih mapan, lebih good looking.
5.    Atau ada juga masalah orang tua atau si lajnah terpengaruh dengan pergaulan bebas,  lebih melihat calon pasangannya dari isi dompetnya. Yaitu mencari laki-laki yang sekiranya ber-uang saja, atau hanya bermimpi seperti disiang bolong berharap seorang yang gagah, kaya, sesuai dengan keindahan dunia saja.
6.    Yang terkahir terkadang, permasalahan pun muncul karena kurang ketaa’tan kepada Nizam Jemaat.  


           Definisi Rishtanata itu sendiri adalah berasal dari bahasa Urdu yang terdiri dari dua kata yaitu Rihstha dan Nata. Rishta berarti Hubungan kerabat dan Nata berarti Intim. Hubungan yang dimaksud disni adalah hubungan antara laki-laki dengan perempuan.
Atau secara sederhana boleh kita artikan “suatu proses menuju pernikahan dan membina rumah tangga untuk mewujudkan suatu keluarga yang surgawi  yang dilandaskan kepada ketaqwaan.”  Suatu proses dengan tujuan hanya semata-mata demi meraih kecintaan Allah swt dan dalam upaya mencapai kedekatan kepada-Nya.
Maka dari itu semua, saya ingin mengingatkan kembali selama yang ada dibenak bapak/ ibu ingin mendapatkan mantu yang kaya saja, atau ketika seorang khudam atau lajnah hanya berpikir tentang pernikahan hanyalah tentang pesta perkawinan yang mewah, gaun pengantin yang indah, maskawin yang wah.. maka sudah pasti tujuan utama Rishtanata ini masih jauh dari harapan kita.
Hadirin yang saya Muliakan!
            Untuk bisa memahami apa hakikat sesungguhnya dan mendapatkan solusi dari semua masalah Rishtanata, marilah kita berusaha merenungkannya.
1.    Landasan Sebuah pernikahan adalah Keridhoan Allah swt dan ketaqwaan
Allah Swt Berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً  وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ  إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا  ﴿النساء:١﴾
“ Wahai Manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu  yang telah menjadikan kamu satu jiwa, lalu Ia menjadikan  daripadanya Jodohnya, kemudian Dia kembangbiakan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah adalah pengawas atas kamu. “ ( An-Nisa: 1)

Ayat ini adalah landasan bagi sebuah nilai pernikahan, dimana setiap pernikahan yang dilaksanakan itu, harus betujuan kepada ketaqwaan. Ketika sebuah pernikahan ini dilandasi sebuah ketakwaan maka insyaAllah Ta’ala keluarga yang terbentuk pun akan mendapatkan Keridhoan dari Allah swt.
Rasulullah saw Bersabda:
اِتَقواالله فى النساء فاءنكم اخذتموهن بامانة الله واستحللتم فروجهن بكلمة الله (روه مسلم )
“Bertaqwalah/ Takutlah Kepada Allah dakam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah.” (Hadits Muslim)

Begitu juga Hadhrat Masih Mau’ud as telah mengajarkan kepada kita, beliau as bersabda:
وَبِعِزَّةِ اللهِ وَجَلاَلِھِ إِنِّي آثَرْتُ وَجْھَ رَبِّي عَلَى كُلِّ وَجْھٍ وَبَابُھ عَلَى كُلِّ بَابٍ وَرَضَائُھ’ عَلَى كُلِّ رَضَاءٍ
وَبِعِزَّتِھِ أَنَّھ’ مَعِي فِى  كُلِّ وَقْتِي وَأَنَا مَعَھ’ فِى كُلِّ حِینٍ وَ آثَرْتُ دَوْلَةَ الدِّینِ وَھَي تَكْفِینِي
“...Dengan kemuliaan Allah saya bersumpah bahwa saya mengutamakan keridhaan-Nya melebihi segala perkara dan pintu-Nya melebihi segala pintu lain; dan kesukaan-Nya melebihi kesukaan orang lain dan bahwa Dia beserta dengan saya setiap waktu dan saya pun mengikuti-Nya dalam segala hal; dan saya telah mengutamakan kegiatan agama dan dialah yang mencukupi saya....” (Tuhfatu Baghdad, hal. 19).

“...Ingatlah dengan seyakin-yakinnya, bahwa tiada sesuatu amal perbuatan dapat sampai ke hadirat Allah swt, apabila amal itu kosong dari taqwa. Setiap amal baik berakar pada taqwa. Sesuatu amal yang tidak kehilangan akar itu, amal itu sekali-kali tidak akan sia-sia. Sudahlah pasti, bahwa kamu sekalian akan diuji pula dengan berbagai macam duka nestapa dan musibah, seperti ujian yang dialami orang-orang mu’min dahulu. Maka waspadalah, jangan-jangan kamu nanti tergelincir. Bumi ini tidak akan dapat membinasakan kamu sedikitpun, andaikata hubunganmu dengan langit terjalin erat. Manakala sesuatu kemalangan menimpa dirimu, itu bukanlah dikarenakan perbuatan musuhmu, melainkan oleh tanganmu sendiri. Apabila kemuliaan duniawimu satu demi satu hilang, Allah akan menganugerahimu dilangit kemuliaan yang kekal-abadi....” (Bahtera Nuh, h.23, cet. 2007).
“...Hendaklah Pernikahan kalian itu diniatkan agar kalian masuk dalam gerbang ketaqwaan dan pengendalian diri. Jika tidak, tujuan kalian hanyalah mengeluarkan nutfah semata, seperti halnya binatang....”(fatawa Ahmadiyah, J. 2, h. 1) 

            Hadhrat Khalifatul Masih Awwal (I) ra Bersabda:
“...Allah Ta’ala telah memberikan kita suatu prinsip untuk meraih kesuksesan di dunia ini serta di akhirat kelak. Itu adalah seseorang di dunia ini harus menaruh perhatian [bagaimana] untuk kehidupan mendatang. Prinsip ini memperindah kehidupannya baik di dunia ini maupun juga di akhirat kelak. Seseorang harus mulai dari sekarang untuk mempersiapkan dirinya untuk kehidupan di akhirat kelak....”

“...Janganlah menjadi  seperti mereka yang meninggalkan sumber mata air segala kesucian ini yang Allah Ta’ala harapkan supaya kita bisa meraih kesuksesan menghadapi segala rencana jahat. Sungguh, manusia dihadapkan kepada banyak masalah dalam kehidupan namun kemuliaan seseorang yang bertakwa adalah tidak akan pernah adanya sesuatu yang tidak wajar masuk ke dalam hubungannya dengan Allah Ta’ala. Kita hendaknya jangan pernah melepaskan hubungan kita dengan Allah Ta’ala Yang tidak berpisah dari kita di dalam kehidupan dan kematian....”( Khutbah Hadhrat Khalifatul Masih al-Khomis, 06 Maret 2015).

Hadhrat Khalifatul Masih al Khomis (V) atba Bersabda:

“...Setiap hari saya menerima surat-surat yang di dalamnya orang-orang menulis mengenai kesukaran-kesukaran yang mereka hadapi dalam mengatur pernikahan untuk gadis-gadis dan juga janda-janda...”
“...Kita hendaknya senantiasa selalu mengutamakan ketakwaan dan keshalehan seorang wanita ketika mengatur pernikahan, jika kita berbuat demikian maka tidak hanya akan menerima doa-doa Nabi suci saw untuk kebaikan kita, tetapi juga akan melihat keturunan kita menempuh jalan keshalehan...”

“... Semoga Allah memberi kita kemampuan untuk menempuh jalan taqwa ketika mengatur pernikahan. Semoga kita dapat mengatur pernikahan untuk anak-anak yatim, para janda dan yang lainnya. Semoga Allah juga memecahkan kesukaran-kesukaran para orang tua yang mempunyai masalah dalam mengatur pernikahan untuk putera-puteri mereka. Amiin....”
( Surat Pusat, Rabwah, 01 Januari 2005, No. T-6937).

Hadirin yang saya Muliakan!
2.    Mengutamakan Kafa’ah
Allah Swt Berfirman:

اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.
“Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik, lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (Begitu Sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeqi yang melimpah (yaitu surga).”( An-Nur: 26)

            Apa itu Kafa’ah?, Kafa’ah itu adalah kesetaraan/ persamaan. Dan di dalam Islam perihal kafa’ah dalam pernikahan sudah dicontohkan oleh Baginda Nabi Besar Muhammad saw.  Beliau saw bersabda:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena status sosialnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu lebih mengutamakan agamanya seadainya kamu tidak ingin tanganmu dikotori lumpur.” (Hadits, Bukhari. 4845).

Dari hadits ini jelas empat kriteria yang diajarkan oleh Rasululah saw didalam memilih pasangan hidup. Siapa yang tidak mau bahwa sebuah pernikahan adalah suatu proses menuju kebahagian, mencapai keridhoan Allah swt. Dan siapa yang tidak menginginkan pasangan hidupnya adalah seseorang yang shaleh dan bertaqwa.  Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
عن عمر وبن العاص : الدنيا كله متاع وخير متاع الدنيا والمراءة الصالحة
“ Dunia adalah perbekalan, dan sebaik-baiknya perbekalan adalah Istri yang shaleh” (Hadits. Muslim).

Lalu muncul sebuah pertanyaan, berarti boleh, nikah hanya karena kriteria pertama? (harta), jawabannya Boleh..tapi ingat Rasulullah saw memperingatkan dalam sebuah Hadits:
من نكح المراءة لمالها وجمالها حرم الله ما لها وجمالها
“Barang siapa menikahi seorang perempuan karena hartanya, niscaya Allah akan melenyapkan harta dan kecantikannya.”
من تزوج امراءة لمالها لم يزده الا فقرا
“ Barang siapa menikahi seorang perempuan karena kekayaannya, niscaya tidak akan bertambah kekayaannya, bahkan sebaliknya kemiskinan yang akan didapatinya.”

Wah.. kalau begitu, boleh karena kriteri kedua ? ( Kebangsawanan/ sosial), Boleh.. tapi ingat juga ada sebuah Hadits Rasulullah saw:
من تزوج امراءة لعزها لم يزده الاذالا 
“Barang siapa menikahi seorang perempuan karena kebangsawanannya, niscaya Allah tidak akan menambah kecuali kehinaan bagi dirinya.”
            Kalau begitu boleh nikah karena kriteria ke tiga (kecantikan), karena hal ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan harta dan kebangsawanan, sebab harta dapat lenyap dengan cepat, kebangsawanan dapat hilang bagai asap. Tetapi kecantikan seseorang dapat tetap sampai wafat, Boleh  tapi ingat bahwa Rasululah saw bersabda:

لاتزوجوا االنساء لحسنهن فعسى حسنهن ان يرديهن ولا تزوجوهن لاموالهن فعسى اموالهن ان تطغيهن
“Janganlah kamu menikahi perempuan itu karena kecantikannya, meungkin kecantikannya itu akan membawa kerusakan bagi mereka sendiri. Dan janganlah kamu menikahi mereka karena mengharap harta, mungkin hartanya itu akan menyebabkan  kesombongan.”

Jadi dari semua itu, sudah jelas berkenaan dengan Kafa’ah ini. Allah swt sendiri telah berfirman di dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ Hai Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-lai dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” ( Q.s. Al-Hujurat :13)
Kemudian Nabi Saw juga Bersabda:
من نكحها لدينها رزقه الله مالها
“Dan Barang Siapa menikahi seorang perempuan karena agamanya, niscaya Allah akan memberi karunia kepadanya dengan harta dan kecantikannya.”

تزوجوهن على الدين ولامة  سوداء ذات دين افضال (روه البيهقى)
“Tetapi nikahilah mereka atas dasar agama. Dan sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik, asal ia beragama.” ( Hadits Baihaqi).

Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
“Jemaat kita tidak perlu megadakan hubungan perkawinan baru dengan orang-orang yang mencap kita kafir dan menyebut kita dajjal, atau mungkin saja mereka tidak menyebut kita kafir serta mereka memuji namun kita mengikuti langkah mereka itu. Ingatlah!!, jika seseorang tidak dapat meninggalkan mereka, ia tidak layak masuk ke dalam jemaat kita. Selama seorang saudara tidak meninggalkan saudaranya, atau seorang ayah tidak meninggalkan anaknya demi mempertaruhkan nilai-nilai keshalehan dan kebenaran, dia bukanlah dari jemaat kita. Maka itu seluruh jemaat harus menyimak dengan baik bahwa penting bagi seseorang yang benar mematuhi syarat-syarat ini....”...Syarat paling bermakna yang harus mendapatkan perhatian adalah bahwa pemuda ataupun gadis itu hendaknya seorang yang mukhlis, sopan, dan menampakan tabiat yang baik....” ( Majmu’ah Isytiharat, 7 Juni 1889).
“...Dikalangan Bangsa kita terdapat suatu adat kebiasaan buruk, yakni mereka tidak suka anak-anak gadis mereka kawin dengan laki-laki dari suku bangsa atau status sosial lain, bahkan mereka tidak suka, sejauh berada di dalam daya kemampuan mereka untuk mengambil menantu perempuan darrri kalangan status sosial lain. Ini merupakan suatu kesombongan dan sifat besar kepala serta sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam. Semua keturunan Adam adalah hamba Allah swt. Satu-satunya persyaratan yang harus diperhatikan di dalam rangka hubungan perkawinan mereka ialah, laki-laki yang akan dikawinkan itu memiliki sifat Shaleh lagi mukhlis dan tidak mengenal pembagian status sosial. Hanyalah kebajikan harus dijadikan tolak ukur....” (Fatawa Ahmadiyah, J.2, h. 908)

Hadhrat Khalifatul Masih al-Khomis (V) atba, Bersabda: 

“...Merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat untuk memberikanperhatian kepada pernikahan dari mereka yang layak dinikahkan. Sebagian orang menjadikan diri sendiri terjerat dalam hal- hal kasta (derajat), keluarga (keturunan) atau kecantikan dan lain-lain. Tetapi Hadhrat Masih Mau’ud as telah bersabda bahwa perbedaan suku bangsa dan kasta bukanlah sumber kemuliaan. Seorang yang takut kepada Allaah adalah jauh lebih dihargai daripada ras dan kasta. Lagi pula ketika Allah sendiri telah menyatakan bahwa kasta atau suku bangsa (ras) tidak bermakna apa pun bagi Dia dan bahwa kemuliaan sejati terletak pada taqwa- maka sangat tidak patut bagi kita untuk menuruti perkara yang demikian tidak berharga...” ( Surat Pusat, Rabwah, 01 Januari 2005, No. T-6937)
Hadirin yang saya muliakan!
3.    Introspeksi diri, Kejujuran
Allah Swt Berfirman:
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
“Bacalah Kitabmu, Cukuplah Dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” ( Al-Isra: 14)

Jika kita  dalam perjalannya ingin mendapatkan jodoh yang shaleh/ shalehah. Maka kita yang terlebih dahulu harus berusaha menjadi orang yang shaleh. Mengingat kepada sebuah pepatah sunda “Melak cabe moal matak jadi bonteng, Melak nu hade moal matak jadi goreng.” (ketika kita sudah menanamkan pada diri kita sebuah kebaikan, tidak mungkin hasilnya akan berubah menjadi sebuah keburukan.
اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ ْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.
Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik, lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (Begitu Sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeqi yang melimpah (yaitu surga).”
Hadirin yang saya muliakan!
Allah Swt Berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“ Wahai Orang-orang yang beriman Bertaqwalah kamu kepada Allah dan Ucapkanlah perkataan yang benar.” ( al-Ahzab: 70)

Selain hal di atas, di dalam masalah Rishtanata ini juga harus mengedepankan masalah kejujuran, berusahalah memberikan informasi yang jujur berkenaan dengan riwayat kehidupan. Sebagai contoh memberikan foto (kalau Bisa) harus yang terbaru, bukan yang sudah lama, karena pernah terjadi ada yang memberikan foto ketika badannya masih kurus, dan ketika bertemu ternyata orang nya gemuk, sehingga tidak jadi karena dianggap tidak jujur. Atau dengan pepatah “jangan seperti membeli kucing dalam karung” 

Hadhrat Khalifatul Masih IV rh Beliau bersabda:

“Ketika memberikan Informasi secara rinci kepada orang-orang, saudara harus merasa yakin bahwa data-data saudara yang diberikan itu betul sekali....”(Khalifatul Masih IV rh, 18/03/1988).
Rasulullah saw Bersabda:
اذا خطب احدكم امراءة فلا جناح عليه انينظر منها اذا كان انما ينظر اليها لخطبة وانكانت لاتعلم
 ( روه احمد)
“Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, maka tidak berhalangan atasnya untuk melihat perempuan itu, asal saja melihatnya semata-mata untuk mencari perjodohan , baik diketahui oleh perempuan itu atau tidak”. (Hadits Ahmad).


Hadhrat Muslih Mau’ud ra Bersabda: 

“ ...Islam mengajarkan “ Quulu Qoulan Syadidan” berbicaralah sejujur-jujurnya, janga berkata dusta di dalam perkara perkawinan. Di abad kita ini kepalsuan telah cukup meningkat dan suatu yang berlandaskan dosa akan berdampak buruk kesudahannya...”
“...Perhatikanlah ini!, hubungan suami –istri bukan hanya selama satu jam berlangsungnya melainkan sepanjang umur, bahkan samapi hari kiamat sebab pengaruh hubungan itu terus berlanjut dari generasi ke generasi. Kita akan menuai dari apa yang kita tabur....” ( Khutba-e-Mahmood, 30 27 Maret 1916).

4.    Menanamkan Keta’atan sepenuhnya kepada Nizam Jemaat sejak dari diri kita dan keluarga kita
Allah Swt Berfirman:
يايها الذين امنوا اطيعوا الله واطيعوا السول واولى لامر منكم
“Wahai orang-orang yang beriman, Ta’atlah kamu kepada Allah dan Kepada Rasul dan kepada pemimpin-pemimpin diantara kamu .”

Di dalam jemaat ini, terdapat pengurus yang menjadi sebuah sistem untuk mengatur kelancaran segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum di dalam badan Jemaat, dan terkait bidang Risthanata selain harus adanya kerja sama yang solid antar anggota dan pengurus,juga mubaligh, yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan program Rishtanata ini adalah dimulai dari Keluarga itu sendiri.  Kalau kita perbandigkan di dalam hitungan persen maka 70 % orang tua adalah penunjang keberhasilan Program Risthanata ini.
Untuk itu para orang tua harus senantiasa mulai menanamkan kecintaan kepada anak-anaknya agar ikut andil aktif di setiap kegiatan Jemaat yang diadakan. Orang tua tidak hanya menuntut kepada seorang anak, melainkan memberikan contoh yang terdepan, memberikan pemahaman yang baik terhadap Nizam Jemaat, dan memberikan penjelasan yang sedetail detailnya ketika kita melanggar sebuah Nizam Jemaat.

Nizam Adalah suatu peraturan Jemaat yang didirikan oleh Allah swt sendiri, dimana dipimpin oleh seorang Nabi atau Khalifah yang harus ditha’ati oleh kita semua dalam setiap peraturan terutama dalam hal Risthanata ini. Pertanyaannya adalah seberapa jauhkah ketha’atan kita dalam setiap peraturan terutama dalam Nizam Rishtanata ini? 

Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda: 

“Berimanlah kepada-Nya dan hendaklah mengutamakan Dia lebih dari dirimu, kesenangan-kesenanganmu, dan segala perhubungan-perhubunganmu. Dengan perbuatan nyata disertai keberanian, perlihatkanlah kesetiaan dengan sejujur-jujurnya. Kebanyakan orang di dunia ini tidak mengutamakan Dia dari harta benda mereka dan karib kerabat mereka, akan tetapi, kamu sekalian hendaknya mengutamakan Dia agar kamu sekalian di langit akan dituliskan di daftar Jemaat-Nya...”
“...Barang siapa yang baiat kepadaku dengan sesungguh sungguhnya, dan menjadi pengikutku dengan hati yang setulus-tulusnya, dan juga membuat dirinya tenggelam sirna di dalam ketaatan kepadaku, hingga ia meninggalkan segala keinginan-keinginan pribadinya, dialah yang pada hari-hari penuh derita, rohku akan memberi syafaat kepadanya....” ( Bahtera Nuh, h.22). 

Contoh Ketaatan Hadhrat Khalifatul Masih Awwal ra, Beliau Bersabda: 

“ Andaikata Mirza Sahib (Hadhrat Masih Mau’ud as) meminta kepada saya untuk mengawinkan anak perempuan saya kepada anak laki-laki nihali (seorang tukang sapu di rumah Hadhrat Masih Mau’ud as), saya tanpa ragu sedikitpun menyetujui seketika itu juga....” (Siratul Mahdi, J. 3, H. 614)

Hadhrat Khalifatul Masih Ar-Rabi ra Bersabda : 

“ Apabila suara datang kepada saudara-saudara mengenai nizam, itu tidak lain adalah suara Tuhan dan apabila saudara-saudara tidak menyambutnya itu berarti jiwa saudara-saudara kosong dari ketaqwaan....”
Lalu bagaimana ketika seseorang tidak mau menta’ati dari pada Nizam Rishtanata ini?
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
“Ingatlah!!, jika seseorang tidak dapat meninggalkan mereka, ia tidak layak masuk ke dalam jemaat kita. Selama seorang saudara tidak meninggalkan saudaranya, atau seorang ayah tidak meninggalkan anaknya demi mempertaruhkan nilai-nilai keshalehan dan kebenaran, dia bukanlah dari jemaat kita....” ....” ( Majmu’ah Isytiharat, 7 Juni 1889)

Hadhrat Khalifatul Masih al-Khamis atba Bersabda: 

“ Menjadi satu kepastian yang jelas bahwa bagaimanapun juga seorang wanita ahmadi tidak diizinkan menikah di luar lingkungan jemaat dengan pria ghair ahmadi. Harus dipahami dengan jelas bahwa perkawinan di luar jemaat adalah serupa dengan irtidad atau meninggalakan  (melepaskan ) Ahmadiyah...”
“...Apabila seorang lajnah memperlihatkan sikap memberontak dan memberitahukan niatnya untuk menikahi seorang pria ghair ahmadi dan walaupun diberi peringatan dan nasihat, dia tidak mengindahkan nasihat itu, maka dia harus dikeluarkan dari Nizam Jemaat....”
“...Jika seorang anggota lajnah tidak berusaha untuk menghubungi jemaat atau tidak pula memberitahukan niatnya untuk menikah dengan pria ghair ahmadi, maka sehubungan dengan hal itu Jemaat harus melakukan prosedur yang telah ditetapkan untuk mengeluarkan dia serta orang-orang (ahmadi) yang mempunyai kaitan dengan perkawinannya....” ( Surat Khalifatul Masih V atba, 06 Desember 2003)

 Maka dari semua itu  khususnya Bagi para Orang tua, para Khudam dan lajnah yang sudah mapan untuk menikah, nikahkanlah atau menikahlah kepada salah satu keluarga yang memiliki satu keyakinan yang sama. Menikahlah dengan sesama Ahmadi. Adapun yang masih jauh dan belum mapan menikah, berniatlah dari sekarang bahwa kelak akan menikah dengan sesama ahmadi, jangan pernah terlintas dalam bena generasi kita untuk menikah dengan ghair ahmadi.
5.    Mulailah Bertaqarub dan Berdoa dari sekarang
Allah swt Berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan mereka yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugerahilah kami istri-istri kami dan anak keturunan yang dapat menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang muttaqi (al-Furqan: 75)
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda;
“ Ya.. Hendaknya penghambaan diri diamalkan. Jadikanlah diri sendiri sebagai debu di jalan ini. Dan arungilah jalan ini dengan penuh kesabaran serta keteguhan. Pada akhirnya Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan upaya gigih  sejati orang itu. Dan kepada orang itu akan Dia anugerahkan nur serta cahaya yang dicari-carinya. Saya heran dan tidak mengerti sedikitpun, mengapa manusia begitu berani, padahal manusia tahu bahwa Tuhan itu ada....” ( Malfudzat, London. 1984, J. II, H. 229-230).

Hadhrat Muslih Mau’ud ra Bersabda: 

“ Peristiwa Paling berarti di dalam kehidupan orang adalah perkawinan. Itulah Rasulullah saw telah memerintahkan untuk mendirikan sembahyang istikharah berkaitan dengan perkawinan, untuk merenungkan secara mendalam daripada mengikuti perasaan-perasaan. Rasulullah saw bersabda : perkawinan harus diatur sedemikian rupa sehingga akan membuahkan anak-ana yang baik dan rela berkorban....” ( Khutbae- Mahmud, 30 Maret 1965).

Hadhrat Khalifatul Masih al-Khomis atba Bersabda:

“Allah swt telah mengajari kita berbagai macam do’a. Dan do’a ini merupakan suatu do’a yang lengkap bagi mereka yang mendambakan pasangan hidup mereka ataupun anak keturunan mereka menjadi penyejutk mata (qurrota ‘ayun) mereka. Ruang lingkup do’a ini tak terbatas, jauh dari luar jangkauan manusia. Makbuliyat doa bagi kebaikan suami istri maupun anak keturunan ini tidak hanya dapat menyejukan pandangan mereka pada kehidupan di dunia ini saja, melainkan juga akan terus berlanjut pada kehidupan setelah mati. Ialah dikarenakan anak keturunan mereka akan terus mensyukuri dan mendoakan orang tua panutan mereka yang telah mendahului ....” (Khutbah Khalifatul Masih al-Khamis atba, 14/11/ 2008).

Oleh karena itu keberlangsungan doa’ harus kita panjatkan ketika kita menginginkan anak-anak kita memiliki pasangan hidup yang seiman, sekeyakinan, bukan pas ketika mau menikah. Melainkan memanjatkan doa’ untuk mengharap jodoh yang baik dan shalehah itu sejak anak kita masih di dalam kandungan.  Dan mengajarkan kepadanya sejak anak-anak, agar tertanam dalam jiwa mereka kecintaan kepada Allah swt.
Mudah-mudahhan kita semua diberikan karunia untuk senantiasa mentaati Nizam rishtanata ini  dan diberikan jodoh-jodoh surgawi oleh Allah swt. 

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Maka tiada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. ( As-sajdah: 18).

واءخر دعونا عن الحمدل الله رب العالمين