Pengikut
Jumat, 26 Februari 2021
Seri Khazanah: Nasihat Khalifah Islam
Nabi Muhammad saw adalah contoh terbaik dalam bersyukur
Bukan hal yang baru bagi yang
mulia, Khalifah umat Islam saat ini
yakni Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba, senantiasa mengingatkan kepada semua
umat Islam agar selalu mengamalkan sunah-sunah Rasulullah saw, salah satunya
adalah bersyukur dalam berbagai aspek kehidupan. Beliau atba bersabda:
“Di
dalam diri Rasulullah saw. terkumpul semua akhlak yang tentangnya fikiran
manusia dapat lingkupi, dan di dalam dzat beliau saw, terkumpul semua akhlak
yang pantulannya nampak atau dapat nampak dalam diri hamba-hamba pilihan Allah
dan pada diri para nabi Allah. Dari antara semua itu satu akhlak adalah
bersyukur atau berterima kasih. Di dalam
Al-Quran berkenaan dengan Hadhrat Ibrahim Allah berfirman: -
syaakiral-lian'umih -"yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah". (An-Nahl
122). Dan berkenaan dengan Hadhrat Nuh as., Dia berfirman:
innahu
kaana 'abdaan syakura - "sesungguhnya dia adalah hamba [Allah] yang banyak
bersyukur". (Bani Israil 4).
Sama
sekali bukanlah maksudnya bahwa legimitasi (pengakuan dari Allah itu hanya
diraih oleh dua nabi itu semata dan tidak dapat ditandingi oleh siapapun.
Berkenaan dengan Rasulullah saw. disebutkan bahwa di dalam diri beliau saw.
telah dikumpulkan semua kebaikan para nabi, bahkan beliau adalah, -
afdhalur-rusul (Rasul termulia), yakni lebih mulia dari semua Rasul.
Semua
keindahan, semua akhlak mulia bagaimanapun itu, jika ingin melihat puncak
tertinggi maka lihatlah pribadi Rasulullah saw.. Berkenaan dengan beliau Dia
berfirman: - walakir-rasuulallaahi wa khaatamannabiyyiin - "tetapi dia
adalah Rasulullah dan semulia-mulia nabi". (Al-Ahzab 41). Kedudukan beliau
di sisi Allah paling dekat dari semua [para nabi]. Semua standar akhlak yang
tinggi dan sifat-sifat yang mulia yang didapatkan di dalam diri para nabi, atau
yang akan didapatkan di dalam diri para nabi yang akan datang, titik puncak
semuanya itu telah sempurna dalam diri beliau saw. - seolah-olah kepada
semuanya beliau saw. telah membubuhkan contoh-contoh beliau. Dan kini, inilah
(beliaulah) contoh-contoh itu yang akan kekal tetap ada selama dunia ada. Jadi
ini merupakan legitimasi atau pengukuhan yang paling besar yang Allah telah
berikan kepada beliau saw.. Sebagaimana sebelumnya telah saya sebutkan, yakni
akhlak atau budi pekerti bersyukur atau mengetahui bagaimana bersyukur kepada
Allah Swt."
Menjadi manusia yang paling bersyukur
Rasulullah saw. setiap
saat, setiap detik, senantiasa dalam pencaharian (mencari) bahwa bagaimana agar
dapat melakukan ungkapan rasa terimakasih (syukur) kepada Allah. Tidak ada
peluang yang beliau biarkan berlalu dimana beliau tidak berdoa dengan penuh
gejolak rasa syukur di hadapan Allah. Setiap saat, inilah senantiasa upaya
beliau yaitu supaya beliau menjadi hamba yang paling bersyukur (berterima
kasih) kepada Allah, dan untuk itu setiap saat beliau senantiasa berdoa.
Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat yang
'Abdullah bin Abbas ra. riwayatkan bahwa Rasulullah saw. senantiasa berdoa: - Allaahummaj'alnii laka syaakiraw-wa laka
dzaakira – "wahai Allah jadikanlah aku menjadi orang yang banyak
bersyukur dan banyak berdzikir kepada Engkau". (Abu Daud kitaabush-shalat
bab maa yaquulurrajulu idzaa aslama). Tertera dalam riwayat lain dimana di
dalamnya bersama dengan doa itu ada kata-kata yang lebih. Beliau memohon ini di
hadapan Tuhan beliau: "Wahai Allah, jadikanlah saya menjadi orang yang
paling banyak bersyukur kepada Engkau, menjadi orang yang mengikuti nasihat
Engkau dan senantiasa mengingat nasihat Engkau". (Musnad Ahmad bin Hanbal
jilid 3 hlm. 250 Edisi Beirut).
Bersyukur dalam tetesan air hujan pertama
Untuk selanjutnya saya akan sajikan
contoh-contoh yang dari itu akan dapat diketahui sampai dimana ungkapan rasa
syukur beliau kepada Allah. Bagaimana setiap saat setiap detik senantiasa dalam
mencari celah bagaimana menyatakan gejolak rasa syukur, tetapi kendati demikian
terdapat rasa khawatir yang beliau utarakan dalam bentuk doa ialah "supaya
saya senantiasa menjadi orang yang bersyukur". Beliau dalam setiap hal,
kendati itu sampai yang sekecilnya sekalipun, andaikata sampai faedahnya kepada
diri beliau, atau telah sampai faedahnya kepada beliau maka beliau menyatakan
rasa syukur kepada Zat Allah. Kemudian tidak ada lagi dipersoalkan mengenai
nikmat-nikmat Allah yang berlalu tanpa beliau mengucapkan rasa terima kasih
(rasa syukur). Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat bahwa apabila datang
(turun) hujan yang pertama maka beliau bersyukur kepada Allah. Berkaitan dengan
ini Hadhrat Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa: Pada suatu ketika kami
bersama Hudhur saw.. Maka begitu untuk merasakan air hujan pertama yang turun
beliau membuka kain penutup kepala beliau dan mengambil air hujan itu tanpa
tutup kepala. Pada saat ditanyakan maka beliau menjawab bahwa, "Ini
baru-baru datang dari Tuhan-Ku". (Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 hlm. 267
Edisi Beirut). Tertera dalam riwayat lain bahwa apabila tetesan hujan pertama
turun maka beliau menyambutnya dengan menjulurkan lidah beliau, bahwa "ini
adalah nikmat Allah dan inilah cara untuk pengungkapan rasa syukur atau terima kasih
atas turunnya" yaitu beliau langsung merasakannya. (Tanggal 22 Shaffar
1426 HQ (1 Shahadat 1384 HS/April 2005 M) di Masjid Baitul-Futuh, Morden,
London, Inggris)
Mudah-mudahan kita
sebagai umat Nabi Muhammad saw,
senantiasa mengamalkan apa yang iingatkan oleh Khalifah Islam saat ini, bahwa
mulailah bersyukur dari hal yang terkecil dalam kehidupan kita. Amiin.
Rasulullah saw. senantiasa berdoa: -Allaahummaj'alnii laka syaakira-wa laka dzaakira –
"wahai Allah jadikanlah aku menjadi orang yang banyak bersyukur dan banyak berdzikir kepada Engkau".
(Abu Daud kitaabush-shalat bab maa yaquulurrajulu idzaa aslama).
Sabtu, 06 Februari 2021
Peran Seorang Ibu dalam membentuk Generasi yang Bertakwa dan Mencintai Khilafah
Agama
Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada satu kekurangan didalam syariat dan
petunjuknya. Ajarannya sangat begitu indah dan manis. Namun dibalik
kemanisannya, masih banyak dari para pembenci Islam, menuduh bahwa Islam adalah
agama yang sangat merendahkan kedudukan seorang perempuan. Bahkan, menurut
tuduhan mereka, Islam menghapuskan
hak-hak kehidupan bagi seorang perempuan. Na’udzubillahhimin dzalik.
Tentu
saja, tidak ada dari tuduhan-tuduhan tersebut yang tidak memiliki jawaban didalam Islam. Salah satu bukti dari keagungan Ajaran Islam, memuliakan seorang perempuan adalah sebuah hak
yang sama bagi semua makhluk Allah Swt yang tercantum di dalam Al-Quran, sebagai
hal yang mudah, Allah swt secara khusus menurunkan firmanNya dalam sebuah surat
yang diberikan nama an-Nisa (yang berarti Perempuan), kemudian di dalam al-Quran
juga memberikan beberapa contoh sosok Perempuan yang shalehah sebagai cerminan
bagi seluruh orang-orang yang beriman di dunia ini.[1] itu merupakan contoh-contoh yang begitu
nampak bahwa Islam sangat memuliakan kedudukan seorang perempuan,
Di
sisi lain, Islam juga senantiasa meninggikan derajat seorang perempuan,
sebagaimana Nabi Muhammad Rasulullah saw bersabda:
“Al-Jannatu
Tahta Aqdamil Ummahat”
“Surga
itu terletak di bawah telapak kaki Ibu”
Hadits ini menjelaskan bahwa betapa tingginya
derajat seorang perempuan di dunia ini, mereka merupakan makhluk yang dapat
menentukan kehidupan surga atau neraka bagi anak-anaknya, mereka memiliki
tanggung jawab untuk perkembangan moral dan kerohanian. hal ini semua diembankan
kepada seorang perempuan khususnya seorang Ibu, karena mereka memiliki pengaruh
terbesar bagi kehidupan anak-anaknya.
Sekarang
muncul sebuah pertanyaan, bagi para Ibu, Apakah di
setiap kaki mereka, terletak surga untuk anak-anaknya? Kemudian bagaimana cara mewujudkan surga
untuk anak-anak kita sebagai generasi Jemaat?
Jawaban
dari semua itu adalah bahwa pertama
seorang Ibu harus memiliki kecintaan
kepada Allah Ta’ala dan Khilafat di dalam dirinya, dan kemudian mentarbiyati kepada
anak-anak mereka melalui contoh kebaikan dari dirinya, didukung dengan dawamnya berdo’a yang sungguh-sungguh dan tanpa
henti bagi kemajuan akhlak anak-anaknya.
Sebagaimana
Hadhrat Khalifatul Masih IV rh telah bersabda:
“Saya
menasihatkan kepada kalian untuk menjaga diri agar tidak terhanyut dengan
budaya barat atau budaya lainnya… “jika kalian asyik masuk dalam kecintaan
kepada Tuhan, maka segala permasalahan akan terselesaikan. Setelah ini, tidak
perlu meminta nasihat lain. Kemudian Tuhan sendiri yang akan menjaga kalian dan
Dia sendiri yang akan membuat kalian berhasil dengan memperlihatkan kepada
kalian jalan yang benar dengan arah yang tepat dan cara untuk menghadapinya.”…”Generasi
yang lahir sebagai hasil dari cinta tersebut tentu akan tumbuh menjadi generasi
milik Tuhan. Jadi ketika dikatakan bahwa surga terletak di bawah telapak kaki
Ibu, tidak berarti bahwa surga terdapat pada kaki semua Ibu. Hal ini berarti
bahwa jika surga dapat diturunkan kepada generasi penerus maka hanya dapat
diwariskan melalui para Ibu yang dalam diri mereka terdapat sebuah tanda
surgawi dan surga menjadi gambaran dari keberadaan mereka.”[2]
Lalu
muncul pertanyaan Mengapa tugas utama dari tarbiyat anak-anak harus diemban oleh
seorang Ibu?
Pertama-tama,
tugas ini telah diembankan kepada kaum perempuan oleh Allah Ta’ala. Al-Qur’an
menyatakan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan segala sesuatu dalam sebuah
bentuk dan fungsi tertentu[3] Dan kaum perempuan telah
diberikan bentuk yang dibutuhkan untuk melahirkan anak-anak dan berperan untuk
membesarkan mereka.
Pentingnya
peran ini secara jelas telah ditetapkan oleh Rasulullah saw sebagaimana sebuah
riwayat
Rasulullah saw bersabda:
“Wahai kaum perempuan, pahamilah dan sampaikan
kepada para perempuan yang kalian wakili bahwa seorang perempuan yang menjaga
rumah tangga suaminya dengan cara yang terbaik saat ia tidak ada dan
membesarkan anak-anaknya dengan akhlaq yang baik akan mendapatkan ganjaran yang
sama sebagaimana kaum laki-laki melakukan kebaikan lainnya dan jihad?” [4]
Dari Hadits tersebut, maka
pahamilah oleh kita bahwa membesarkan anak-anak untuk menjadi Ahmadi yang
shaleh, adalah sama pahalanya berjihad di
jalan Allah Swt.
Yang
kedua, Hadhrat Khalifatul Masih II ra ,menjelaskan bahwa
Allah Ta’ala mengaruniakan sebuah bakat khusus untuk tugas ini kepada para Ibu
karena mereka memiliki kemampuan untuk melawan Syaitan. Huzur ra bersabda:
“Jika seorang perempuan memutuskan bahwa ia
akan membentuk generasi mendatang yang shaleh dibandingkan yang biadab, maka
bagaimana syaitan akan dapat merebut mereka?”[5] . “kaum laki-laki biasanya tidak berhasil dalam
menghadapi syaitan. Seorang laki-laki terbaik, dapat mengubah satu generasi dan
membuatnya shaleh, namun perempuanlah yang memiliki kemampuan untuk merubah
keseluruhan generasi masa depan.
Beliau
ra menjelaskan: “… hanya perempuan yang mampu menantang syaitan secara tetap.
Jika kaum perempuan memutuskan untuk membentuk generasi penerus pengkhidmat
agama, maka bagaimana syaitan akan merusaknya? generasi mendatang tidak
dipengaruhi oleh syaitan Akan tetapi oleh para Ibu mereka, akan tetapi para Ibu
dapat membuat kesalahan dengan membiarkan mereka pergi, sehingga mereka menjadi
sasaran syaitan. Kalian harus memahami tanggung jawab kalian.”
Alasan
lain mengapa pendidikan anak-anak dipercayakan kepada para Ibu adalah karena
jalinan istimewa antara Ibu dan anak, yang ada diantara para Ibu dengan
anak-anak mereka. Penelitian menunjukkan bahwa hingga usia remaja, anak-anak
secara alami cenderung kepada Ibu mereka jauh dibanding dengan Ayah mereka, hal
ini memberikan sebuah kesempatan yang lebih besar kepada para ibu untuk
mempengaruhi dan mendidik anak-anak mereka.”[6]
Jadi
para Ibu harus benar-benar memahami pentingnya peran ini, dapat dikatakan bahwa
begitu mulianya pekerjaan ini, yakni dalam mendidik anak-anak pada setiap
tahapan kehidupan mereka yang keberhasilannya bukan hanya akan menyelamatkan
anak-anaknya saja, melainkan ibunya sendiri akan mendapatkan ganjaran dan karunia
keberkahan surga dari Allah Swt.
Sebagaimana sabda Hadhrat
Khalifatul Masih IV (rh):
“Seorang perempuan Ahmadi harus mampu memenuhi
harapan Rasulullah saw dalam menciptakan sebuah gambaran surgawi di dunia ini.
Dia harus mampu menjadi sumber daya tarik dan kebahagiaan bagi rumahnya, dimana
ia menjadi poros dan para anggota keluarganya berputar mengelilinginya. Mereka
tidak mendapatkan kenyamanan diluar melainkan mendapatkan kedamaian dan ketenangan
dalam rumah mereka.” [7]
Cara-Cara Membentuk
Generasi yang bertaqwa
1.
Jadilah
sebagai TELADAN
Sebuah
Pepatah mengatakan “ Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”, artinya anak merupakan seorang peniru yang hebat, Maka berikan mereka sesuatu yang baik untuk
ditiru. Itulah sejatinya yang harus dilakukan oleh diri kita, dalam membentuk generasi yang hebat dan
bertaqwa. Anak-anak senantiasa meniru dan memperhatikan siapa saja yang ada
disekitarnya. Dalam artian seorang anak adalah cerminan bagi kedua orang
tuanya. Terutama sang ibu yang memiliki ikatan khusus dengan seorang anak.
Oleh
karena itu, para Ibu harus memperhatikan perilaku mereka, bahkan jika seorang anak tidak mematuhi kepada
orang tua nya, tentunya itu adalah contoh yang tidak disadari oleh diri kita,
mungkin disatu waktu kita memberikan hal yang sama didepan anak, ketika kita
tidak menghormati atau mentaati perintah dari kakek neneknya. Jadi, jika
seorang Ibu ingin membesarkan seorang anak Ahmadi yang shaleh, penting baginya
untuk memiliki kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Saw, benar dalam
baiatnya kepada Hadhrat Masih Mau’ud As dan memperlihatkan penghormatan dan
ketaatan kepada Hadhrat Khalifatul Masih atba dan Nizam Khilafah.Dia harus
senantiasa mendirikan Shalat dan membaca Al-Qur’an dalam rumahnya, berpegang
teguh pada pardahnya, rasa hormat dan
kecintaan terhadap suami dan keluarganya, dan menciptakan sebuah rumah yang
penuh cinta dan keharmonisan.
Hadhrat
Khalifatul Masih IV rh bersabda:
“Sekarang,
untuk membesarkan anak-anak yang baik seperti ini, kalian harus menjadi Ibu
yang baik. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa kalian bukanlah Ibu yang baik,
namun senantiasa berdoa untuk anak-anak kalian atau memohon doa bagi mereka
agar Tuhan menjadikan mereka anak yang baik….” [8]
Oleh
karena itu, para Ibu memiliki tugas penting untuk mempersiapkan sebuah contoh
yang baik, yang terkadang tampak sulit di suatu waktu. Namun para Ibu harus
senantiasa ingat bahwa ketika Allah Ta’ala menetapkan tugas yang sangat sulit
ini bagi mereka, Dia juga mengaruniakan pada diri mereka kesempatan untuk
memperbaiki dan merubah diri mereka. Ketika seorang Ibu berupaya keras
menghilangkan kelemahan mereka, merubah sikap dan kebiasaannya, dan membuat
kemajuan dalam kehidupan kerohaniannya, perubahan dirinya akan dapat
menyelamatkan anak-anaknya. Sebagai tambahan, hal ini mengajarkan kepada
anak-anak mengenai pentingnya senantiasa berupaya keras meningkatkan kualitas
diri demi Allah Ta’ala dan bermanfaat bagi mereka yang berada disekeliling
kita.
2.
Berdoalah
untuk keluarga kita
Tidak
ada yang mungkin tanpa pertolongan dan bimbingan dari Allah Ta’ala, sehingga,
tidak ada upaya yang akan berhasil jika tidak dibarengi dengan doa yang
sunguh-sungguh. Peran doa sangat ditekankan. Hadhrat Masih Mau’ud as menegaskan
pentingnya doa dalam menjaga sebuah rumah yang baik:
“Jika
kalian ingin tinggal dengan aman dan merasakan kedamaian didalam rumah kalian,
kalian harus banyak berdoa. Penuhi rumah-rumah kalian dengan doa-doa. Sebuah
rumah dimana doa-doa dipanjatkan secara teratur tidak akan dihancurkan oleh
Tuhan” [9]
Doa-doa
yang dipanjatkan secara tetap dan teratur dalam bentuk Shalat dan doa,
merupakan hal yang penting untuk keberhasilan dalam membesarkan anak-anak yang
shaleh. Allah Swr sendiri telah mengajarkan kepada kita di dalam Firman-Nya “Ya
Tuhan kami, karuniakanlah istri-istri dan anak anak kami menjadi penyejuk mata
bagi kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orangorang yang bertaqwa.” [10]
Hadhrat
Masih Mau’ud as bersabda:
“Saya
berharap bahwa dibanding menghukum anak-anak, para orang tua harus mengambil
jalan doa, dan harus menjadikannya kebiasaan untuk memohon secara tekun bagi
anak-anak mereka, permohonan para orang tua bagi anak-anak mereka akan diterima
secara istimewa.”[11]
Semoga
kita dapat mengamalkan apa-apa yang telah dinasihatkan kepada kita semua, agar
pada akhirnya cita-cita dan harapan kita melahirkan serta membentuk generasi
Ahmadi yang bertaqwa dapat terwujud demi kemenangan Islam yang kedua kali
dibawah tali Khilafat ini. Amiin.
[1] Q.s
At-Tahrim 66 :11-12
[2] Surga
dibawah telapak Kaki Ibu, Karya Hadhrat Khalifatul Masih IV Rh
[3] Qs.
20:51
[4]
HR. Ahmad, Juz. VI, h. 68
[5] Al-Azhar,
Kompilasi oleh Hadhrat Syeda Maryam Siddiqa.
[6]
Ceramah Hadhrat Khalifatul Masih II Ra,
Desember 27.1939
[7]
Ceramah Hadhrat Khalifatul Masih VI rh, 27 -12-1991
[8] Ceramah
Hadhrat Khalifatul Masih VI rh, 27 -12-1991
[9]
Malfudzat
[10]
Qs. 25: 75
[11] Malfudzat
Benarkah Konsep Khilafat Islam adalah Kekuasaan? Sepenggal kisah dari Kehidupan para sahabat ra Saat Kewafatan Nabi Muhammad Saw {Bag. 2}
3. Janji Allah
Pada titik kritis ini dalam sejarah Islam, ketika pada sahabat ra, terkulai lemah oleh segala kesedihan dan kegalauan, maka sejalan dengan itu, janji Allah Swt pun tergenapi, Allah swt akan menurunkan pertolongan kepada umat-Nya yang betul-betul beriman. Dia menjanjikan akan mengganti ketakutan dengan keamanan dan kedamaian, Dia akan meneguhkan pohon yang sedang menghijau ini. sebagaimana Firmannya:
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antar kamu yang beriman dan berbuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan Khalifah-khalifah dari antara orang-orang sebelum mereka dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah Dia ridhai bagi mereka dan niscayalah Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam kepada mereka. mereka akan menyembah kepada-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesutu dengan Aku. dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka." (Qs. An-Nur: 56)
Dari firman-Nya diatas, sebagai orang yang beriman sudah pasti meyakini, tidak mungkin Allah swt menyalahi bahkan mengingkari janji-Nya, Naudzubillahi min Dzalik hanya orang yang durhaka yang menyatakan penolakan dan hanya orang yang tidak bersyukur yang menolak karunia khilafat ini.
kembali kepada titik keterpurukan para sahabat ra, Allah swt datang menolong umat-Nya, Dia datang memeluk erat mereka yang bersedih dengan perantaraan khilafat. tangan Allah swt yang sejuk datang dalam bentuk khilafat dan mengisi hati yang ketakutan dengan ketentraman. sebagaimana firman-Nya:
" Tangan Allah berada di atas tangan mereka (Qs. Al-Fath: 11)
4. Khilafat wujud manifestasi keagungan Allah swt bukan kekuasaan dunia
Wajah para sahabat yang sedih kembali bersinar, tubuh yang lemah sekarang mereka mengatakan labbaik, mensyukuri khilafat, pohon yang sedang tumbuh menghijau ini akan terus ada yang menyirami dan memupuk, hal ini yang dikatakan tali Khilafat dalam Islam, manifestasi keagungan Allah yang kedua dalam bentuk khilafat inilah merupakan janji yang nyata kepada orang-orang yang beriman.
Dari hal itu, pahamilah bahwa konsep khilafat yang ada di dalam Islam adalah konsep tali keita'atan dalam bentuk rohani, para sahabat telah menggenggam tali ini, menggapai janji khilafat ini, bukan dalam bentuk kesedihan dalam kekuasaan. jika ada yang mengartikan kesedihan yang menyelimuti para sahabat ra, saat itu karena berebut ingin menjadi seorang penguasa Islam, naudzubillah, itu semua bertentangan dengan tujuan Rasulullah saw dan Janji dari Allah Swt ini.
Khilafat yang mereka dapatkan adalah khilafat dalam bentuk kehausan rohani dan kegalauan akan penyiram hati bagi keimanan mereka, bukan semata-mata kehausan akan nafsu dunia dan kekuasaan. Dari manifestasi agung ini, ketauhidan akan senantiasa tertanam di dunia, kemusyrikan akan senantiasa terkikis dari bumi dan misi dari wujud yang paripurna Nabi Muhammad saw akan senantiasa berdiri kokoh, menyebar laksana menara sinar yang menjulang tinggi.
Di sisi lain, ini juga merupakan penyaring bagi mereka yang memiliki keimanan yang dusta dan mereka yang betul-betu teguh akan keimanannya, mereka yang senantiasa beriman dan beramal shaleh akan ditolong oleh Allah swt. akan diberikan keamanan dan ketentraman akan hidupnya Islam.
Inilah manifestasi keagungan Allah Swt yang dinamakan Konsep Khilafat. ia yang datang kemudian, ia yang menggantikan yang lain setelah pergi atau mati. karunia yang diberikan dalam bentuk persatuan dan keita'atan dalam lembaga rohani bukan atas dasar kehausan duniawi. akhirnya konsep inilah yang dinamakan konsep Khilafat Haqqah Islamiyah yang dasarnya telah diletakan oleh para sahabat ra yakni kerohanian.
Semoga kita bisa berfikir dengan jernih, menerima dan bersyukur akan nikmat janji Allah swt ini, konsep Khilafat rohaniah yang harus ditegakan dibumi ini. tidak semata-mata atas dasar kekuasaan dan keduniawian.