Oleh Ataul Mujeeb
YA (Kep. Belitung)
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ
، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ *
الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ
نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ، آمين.
قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)
“Qod Aflahal Mu’minun. Alladzina Hum Fii
Shalaatihim Khoo’si’uun”
“Sesungguhnya
Beruntunglah orang-orang yang beriman (1) Yaitu orang-orang yang Khusu’ didalam
shalatnya(2).[1]
Menurut Pendakwaannya
Agama Islam adalah agama yang Sempurna, tidak ada satu permasalahan pun yang
tidak mendapatkan pandangan, salah satunya berkenaan dengan solusi untuk
mengembangkan potensi yang ada didalam diri kita, Islam telah memberikan kunci
yang teristimewa yakni Shalat.
Namun,
Karena kebodohan sebagian manusia, ada yang mengatakan bahwa Shalat merupakan pekerjaan yang laghau atau sia-sia,
bahkan tidak berguna. Lebih menyedihkan lagi, ada juga yang mengatakan shalat merupakan pekerjaan yang merugikan bahkan menimbulkan mudarat. Tidak
dapat dipungkiri, dengan anggapan orang-orang semacam itu, sudah pasti akan
lahir orang-orang dengan kebiasaan menjilat ,mencari muka, malas,
serakah, sombong, bahkan menjadi seorang yang tamak۔ {Na’uzdubillahi Min Dzalik}
Padahal jika mereka mengetahui, bahwa ganjaran
Shalat itu, untuk diri kita sendiri, bukan untuk Allah swt, juga bukan untuk orang lain. Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman:
#
“ Wa Mang Tazakka Fainnama Yatazakk Linafsihi, Wa
Ilallahil Mashir”
“Orang
yang selamat dari bergelimang dalam dosa dan berusaha untuk memperoleh
kesucian, dia melakukan itu demi faedah bagi dirinya sendiri.”[2]
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda berkenaan dengan hal ini :
“...Ingatlah, shalat bukan sesuatu yang
merugikan. Bahkan shalat ditetapkan untuk menyelamatkan manusia dari segala
macam kerugian dan menghindarkan manusia dari keburukan-keburukan. Seakan-akan
Islam mengemukakan pandangan bahwa, wahai manusia ! kerjakanlah shalat, yakni
(hanya) sepuluh lima belas menit kalian duduk
dan berdiri, bukan atas dasar keinginan Tuhanmu. Tapi kerjakanlah untuk
islah/perbaikan dirimu dan shalat merupakan sesuatu yang dapat menghapuskan
keburukan-keburukan....”[3]
Lalu apakah ada faedah shalat sebagai akar dan tangga bagi
kemajuan hidup kita?
Hadhrat Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ
فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِر
“Inna Awwala Maa
Yuhaasabu Bihil ‘Abdu Yaumal Qiyaamati Min ‘Amalihi Sholatuhu, Faing Shalahat
Faqad Aflaha wa Anjaha, Wa Ing Fasadat Faqad Khooba Wa Khosaro”
"Sesungguhnya amal perbuatan seorang hamba yang pertama kali akan dihisab (dimintai pertangungjawaban, penilaian) pada
hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya
baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya
rusak, dia akan menyesal dan merugi…"[4]
Dari
Hadits Rasulullah saw diatas, kita pahami bahwa ada sebuah tukhfah/ hadiah
ketika kita melaksanakan shalat dengan khusu’ maka akan mendapatkan
keberuntungan.
Sebagaimana Firman Allah Swt :
قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)
Qod Aflahal Mu’minun. Alladzina Hum Fii
Shalaatihim Khoo’si’uun”
“Sesungguhnya
Beruntunglah orang-orang yang beriman (1) Yaitu orang-orang yang Khusu’ didalam
shalatnya.”
Sebaliknya ketika
kita melaksanakan shalat dengan asal-asalan, lalai maka bukan keuntungan dan
kebahagiaan yang akan kita dapatkan melainkan, kerugian yang akan kita dapatkan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:
فویل للمصلین۔ الذین هم عن صلا تهم ساهون. الذین هم یراءون
۔
“Fawailul lil
Mushollin. Alladzina Hum ‘Ang Sholaatihim Saahun. Alladzinahum Yuroouun.”
“Maka celakalah bagi orang-orang yang
shalat. Mereka yang tidak menghiraukan shalatnya. Mereka yang hanya ingin
dilihat orang saja.” [5]
Kalau kita ingin mengetahui dan memahami faedah shalat sebagai akar dan tangga kemajuan bagi diri kita, kita perlu
kiranya kita menela’ah dari arti shalat
itu sendiri.
Yang
pertama: Arti shalat adalah menggerakan dan dan
menggoyangkan pinggul.
Dari segi ini shalat disebut صلوة karena shalat juga membuat seseorang menjadi
siap dan bertanggung jawab. Shalat tidak membiarkan
seseorang duduk bermalas-malasan dan tidak ada tujuan. Orang yang shalat selalu
siap sedia untuk memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dan hamba-hamba-Nya. Orang
yang shalat membenci keloyoan dan kemalasan. Maka sudah
pasti bagi orang yang melaksanakan shalat dengan baik, kehidupannya pun akan
diwarnai oleh sifat-sifat yang tadi.
Yang kedua: Kata
صلوة berasal dari kata صلي
yang artinya adalah terbakar dan membakar.
Dari arti kata
ini shalat disebut صلوة karena
kecintaan kepada Ilahi yang menggelora diperoleh melalui shalat. Bahkan para
sufi mengatakan, sebagaimana roti kebab
dibakar begitu pulalah seharusnya kecintaan menggelora di dalam shalat. Selama
hati tidak terbakar selama itu pula tidak akan timbul kelezatan dan kebahagiaan
di dalam shalat. Dari hal ini kita bisa mengambil faedah untuk kehidupan
kita bagaimana kita belajar membahagiakan orang lain atas ketenangan jiwa yang
kita peroleh. Pendek kata dengan shalat kita memperoleh pelajaran untuk
menimbulkan saling mengasihi satu sama lain.
Yang ketiga: Salah satu arti صلوة adalah fana
dalam berdo’a dan menjerit (kepada Allah Ta’ala).
Do’a merupakan
kemuliaan dan ruh shalat. Yakni di dalam shalat manusia menuju singgasana Allah
Ta’ala dengan menjadi pendamba kecintaan-Nya. Oleh karena itu shalat
disebut صلوة yakni tubuhnya
do’a. (Al-Mufradat lafaz صلا)
Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: suatu kali saya berfikir bahwa
apakah perbedaan shalat dan do’a. Di dalam hadits tertera,
الصلوة مخ العبادة
“ Ash-Sholatu Mukhul ‘Ibadah”
"shalat adalah sumsum ibadah“
Dari hal ini
mesti kiranya kita mengambil pelajaran dari shalat, bahwa dengan shalat kita
akan berusaha untuk mengembangkan ruh diri kita, dengan berusaha menumbuhkan
ruh , maka kita akan mengenal jati diri kita, mengenal tujuan kehidupan kita.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Man ‘Arafa Robbahu Faqad ‘Arafa Nafsahu”
“Barang siapa
yang mengenal Tuhannya , maka Dia akan mengenal akan jati dirinya”
Yang ke
empat shalat memiliki arti Tangga/ Mi’raj
Sebagaimana
Rasulullah saw bersabd:
“Ash-shalatu Mi’rajul Mu’minin”
“Shalat
adalah Tangga bagi orang-orang yang beriman.”
Dalam hal ini
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
"Shalat adalah akar dan tangga dari segala kemajuan. Oleh
karena itu dikatakan bahwa shalat adalah tangga bagi orang beriman. Di dunia ini telah berlalu ratusan ribu
waliullah, orang suci, para agamawan, orang yang memiliki keruhanian tinggi (qathb). Bagaimana
mereka bisa mendapatkan kedudukan dan derajat
semacam ini? Melalui shalatlah mereka mendapatkannya."
Hazrat Rasulullah saw
bersabda,
“qurrata ‘aini fishshalah,“[6]
yakni kesejukan
mataku ada di dalam shalat.”
Pada hakikatnya
tatkala manusia sudah sampai pada kedudukan dan darjat ini maka baginya shalat
menjadi suatu yang paling lezat. Dan inilah maksud dari sabda Rasulullah saw itu.
Walhasil, setelah manusia memperoleh keselamatan dari jiwa yang penuh
perjuangan dia akan sampai pada maqam tertinggi.
Arti shalat yang ke lima adalah Shalat memiliki arti Doa
Hadhrat Masih
Mau’ud as Bersabda:
Hamare Hetyar Ko Du’a Hai
“Senjata Kita adalah
Doa’”
Yakni, shalat
adalah do’a.... Ketika do’a
seseorang hanya untuk urusan-urusan duniawi maka itu bukanlah shalat. Tetapi
ketika seseorang ingin berjumpa dengan Allah Ta’ala dan memperhatikan
keridhoan-Nya, serta berdiri di hadapan Allah Ta’ala dengan penuh
penghormatan, kerendahan diri, tawadhu dan kefanaan demi mengharapkan keridhoan
Allah Ta’ala, barulah dia berada di dalam shalat. Hakikat dasar dari do’a
adalah melaluinya tercipta hubungan antara Tuhan dan manusia. Inilah do’a yang
melaluinya diperoleh qurub Illahi dan menghindarkan manusia dari hal-hal yang
tidak masuk akal. Pada hakikatnya manusia (berdo’a dengan tujuan) memperoleh
keridhaan Illahi. Setelah itu diperbolehkan berdo’a untuk kebutuhan-kebutuhan
duniawi. Hal ini diperbolehkan karena terkadang kesulitan-kesulitan duniawi
bisa menjadi penghambat dalam urusan-urusan agama. Khususnya pada saat lemah
dan serba kekurangan kesulitan-kesulitan duniawi bisa menjadi batu sandungan
bagi urusan-urusan agama. Kata صلوة memiliki arti berkobar
sebagaimana terciptanya kobaran karena api. Begitu pula hendaknnya
timbul gejolak di dalam do’a. Ketika sampai pada keadaan sebagaimana keadaan mati
barulah itu disebut صلوة .[7]
Semoga kita
dapat menjaga diri kita dan keluarga dalam menjaga shalat, dan semoga kita
dapat menjadikan shalat sebagai benteng pertahanan yang kokoh dalam menjalani
kehidupan ini. Amiin.
Wa aakhiru
Da’wana ‘anilhamdulillahi Robbil ‘Alamin .
Wassalamu’alaikum.
Wr. Wb.
[1] {Q.s Al-Mu’minun: 1-2}
[2] (QS
Al-Fathir 35:19)
[3]
(Malfuzhat jilid 1 hal 164)
[4]
Sunan Abi Daud no. 864, riwayat Harits bin Qubaishah.
Lanjutan Hadits tersebut ialah, “…Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya,
Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut
memiliki amalan
shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya
yang kurang. Begitu juga
amalan lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan
(diperhitungkan) seperti itu.
Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula [dari yang wajib
lalu dinilai dari yang nafal].”
[5] Q.s.al-Ma’un 5-7.
[6] (Nasa’i Bab An-Nisa)
[7] (Malfuzhat jilid 7 hal 368)
Semoga kita menjadi salah satu org yg beruntung khusu' dlm sholatnya
BalasHapus👍👍👍
BalasHapus