Pengikut

Rabu, 01 Agustus 2018

Shalat Akar dan Tangga dari Segala Kemajuan


Oleh  Ataul Mujeeb  YA (Kep. Belitung)
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ، آمين.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)
“Qod Aflahal Mu’minun. Alladzina Hum Fii Shalaatihim Khoo’si’uun”

“Sesungguhnya Beruntunglah orang-orang yang beriman (1) Yaitu orang-orang yang Khusu’ didalam shalatnya(2).[1]

Menurut Pendakwaannya Agama Islam adalah agama yang Sempurna, tidak ada satu permasalahan pun yang tidak mendapatkan pandangan, salah satunya berkenaan dengan solusi untuk mengembangkan potensi yang ada didalam diri kita, Islam telah memberikan kunci yang teristimewa yakni Shalat.
Namun, Karena kebodohan sebagian manusia, ada yang mengatakan bahwa Shalat  merupakan pekerjaan yang laghau atau sia-sia, bahkan tidak berguna. Lebih menyedihkan lagi, ada juga yang mengatakan shalat  merupakan pekerjaan yang merugikan bahkan menimbulkan mudarat. Tidak dapat dipungkiri, dengan anggapan orang-orang semacam itu, sudah pasti akan lahir orang-orang dengan   kebiasaan menjilat ,mencari muka, malas, serakah, sombong, bahkan menjadi seorang yang tamak۔  {Na’uzdubillahi Min Dzalik}
 Padahal jika mereka mengetahui, bahwa ganjaran Shalat itu, untuk diri kita sendiri, bukan untuk Allah swt,  juga bukan untuk orang lain. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
    
#
Wa Mang Tazakka Fainnama Yatazakk Linafsihi, Wa Ilallahil Mashir”
“Orang yang selamat dari bergelimang dalam dosa dan berusaha untuk memperoleh kesucian, dia melakukan itu demi faedah bagi dirinya sendiri.[2]

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda berkenaan dengan hal ini

“...Ingatlah, shalat bukan sesuatu yang merugikan. Bahkan shalat ditetapkan untuk menyelamatkan manusia dari segala macam kerugian dan menghindarkan manusia dari keburukan-keburukan. Seakan-akan Islam mengemukakan pandangan bahwa, wahai manusia ! kerjakanlah shalat, yakni (hanya) sepuluh lima belas menit kalian duduk  dan berdiri, bukan atas dasar keinginan Tuhanmu. Tapi kerjakanlah untuk islah/perbaikan dirimu dan shalat merupakan sesuatu yang dapat menghapuskan keburukan-keburukan....”[3]

Lalu apakah ada  faedah shalat sebagai akar dan tangga bagi kemajuan hidup  kita? 

 Hadhrat Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِر
“Inna Awwala Maa Yuhaasabu Bihil ‘Abdu Yaumal Qiyaamati Min ‘Amalihi Sholatuhu, Faing Shalahat Faqad Aflaha wa Anjaha, Wa Ing Fasadat Faqad Khooba Wa Khosaro”
"Sesungguhnya amal perbuatan seorang hamba yang pertama kali akan dihisab (dimintai pertangungjawaban, penilaian) pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi…"[4]

Dari Hadits Rasulullah saw diatas, kita pahami bahwa ada sebuah tukhfah/ hadiah ketika kita melaksanakan shalat dengan khusu’ maka akan mendapatkan keberuntungan. 

Sebagaimana Firman Allah Swt :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)
Qod Aflahal Mu’minun. Alladzina Hum Fii Shalaatihim Khoo’si’uun”

“Sesungguhnya Beruntunglah orang-orang yang beriman (1) Yaitu orang-orang yang Khusu’ didalam shalatnya.”
 Sebaliknya ketika kita melaksanakan shalat dengan asal-asalan, lalai maka bukan keuntungan dan kebahagiaan yang akan kita dapatkan melainkan,  kerugian yang akan kita dapatkan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:
فویل للمصلین۔ الذین هم عن صلا تهم ساهون. الذین هم یراءون
۔
“Fawailul lil Mushollin. Alladzina Hum ‘Ang Sholaatihim Saahun. Alladzinahum Yuroouun.”
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. Mereka yang tidak menghiraukan shalatnya. Mereka yang hanya ingin dilihat orang saja.” [5]

Kalau kita ingin mengetahui dan memahami  faedah shalat sebagai akar dan  tangga kemajuan bagi diri kita, kita perlu kiranya kita  menela’ah dari arti shalat itu sendiri.

Yang pertama: Arti shalat adalah menggerakan dan dan menggoyangkan pinggul.
 
Dari segi ini shalat disebut صلوة  karena shalat juga membuat seseorang menjadi siap dan bertanggung jawab. Shalat tidak membiarkan seseorang duduk bermalas-malasan dan tidak ada tujuan. Orang yang shalat selalu siap sedia untuk memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dan hamba-hamba-Nya. Orang yang shalat membenci keloyoan dan kemalasan. Maka sudah pasti bagi orang yang melaksanakan shalat dengan baik, kehidupannya pun akan diwarnai oleh sifat-sifat yang tadi.

 Yang kedua: Kata صلوة  berasal dari kata صلي  yang artinya adalah terbakar dan membakar.
Dari arti kata ini  shalat disebut  صلوة karena kecintaan kepada Ilahi yang menggelora diperoleh melalui shalat. Bahkan para sufi mengatakan, sebagaimana  roti kebab dibakar begitu pulalah seharusnya kecintaan menggelora di dalam shalat. Selama hati tidak terbakar selama itu pula tidak akan timbul kelezatan dan kebahagiaan di dalam shalat. Dari hal ini kita bisa mengambil faedah untuk kehidupan kita bagaimana kita belajar membahagiakan orang lain atas ketenangan jiwa yang kita peroleh. Pendek kata dengan shalat kita memperoleh pelajaran untuk menimbulkan saling mengasihi satu sama lain.


 Yang ketiga: Salah satu arti  صلوة adalah fana dalam berdo’a dan menjerit (kepada Allah Ta’ala).
Do’a merupakan kemuliaan dan ruh shalat. Yakni di dalam shalat manusia menuju singgasana Allah Ta’ala dengan menjadi pendamba kecintaan-Nya. Oleh karena itu shalat disebut  صلوة yakni tubuhnya do’a. (Al-Mufradat lafaz صلا) Sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: suatu kali saya berfikir bahwa apakah perbedaan shalat dan do’a. Di dalam hadits tertera,
الصلوة مخ العبادة
“ Ash-Sholatu Mukhul ‘Ibadah”
"shalat adalah sumsum ibadah“
Dari hal ini mesti kiranya kita mengambil pelajaran dari shalat, bahwa dengan shalat kita akan berusaha untuk mengembangkan ruh diri kita, dengan berusaha menumbuhkan ruh , maka kita akan mengenal jati diri kita, mengenal tujuan kehidupan kita. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Man ‘Arafa Robbahu Faqad ‘Arafa Nafsahu”
“Barang siapa yang mengenal Tuhannya , maka Dia akan mengenal akan jati dirinya”

Yang ke empat shalat memiliki arti Tangga/ Mi’raj
Sebagaimana Rasulullah saw bersabd:
“Ash-shalatu Mi’rajul Mu’minin”
“Shalat adalah Tangga bagi orang-orang yang beriman.”

Dalam hal ini Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
"Shalat adalah akar dan tangga dari segala kemajuan. Oleh karena itu dikatakan bahwa shalat adalah tangga bagi orang beriman. Di dunia ini telah berlalu ratusan ribu waliullah, orang suci, para agamawan, orang yang memiliki keruhanian tinggi (qathb). Bagaimana mereka bisa mendapatkan kedudukan dan derajat semacam ini? Melalui shalatlah mereka mendapatkannya."
Hazrat Rasulullah saw bersabda,
“qurrata ‘aini fishshalah,“[6]
yakni kesejukan mataku ada di dalam shalat.
 Pada hakikatnya tatkala manusia sudah sampai pada kedudukan dan darjat ini maka baginya shalat menjadi suatu yang paling lezat. Dan inilah maksud dari sabda Rasulullah saw itu. Walhasil, setelah manusia memperoleh keselamatan dari jiwa yang penuh perjuangan dia akan sampai pada maqam tertinggi.
Arti shalat yang ke lima adalah Shalat memiliki arti Doa
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
Hamare Hetyar Ko Du’a Hai
“Senjata Kita adalah Doa’”
Yakni, shalat adalah do’a....  Ketika do’a seseorang hanya untuk urusan-urusan duniawi maka itu bukanlah shalat. Tetapi ketika seseorang ingin berjumpa dengan Allah Ta’ala dan memperhatikan keridhoan-Nya, serta berdiri di hadapan Allah Ta’ala dengan penuh penghormatan, kerendahan diri, tawadhu dan kefanaan demi mengharapkan keridhoan Allah Ta’ala, barulah dia berada di dalam shalat. Hakikat dasar dari do’a adalah melaluinya tercipta hubungan antara Tuhan dan manusia. Inilah do’a yang melaluinya diperoleh qurub Illahi dan menghindarkan manusia dari hal-hal yang tidak masuk akal. Pada hakikatnya manusia (berdo’a dengan tujuan) memperoleh keridhaan Illahi. Setelah itu diperbolehkan berdo’a untuk kebutuhan-kebutuhan duniawi. Hal ini diperbolehkan karena terkadang kesulitan-kesulitan duniawi bisa menjadi penghambat dalam urusan-urusan agama. Khususnya pada saat lemah dan serba kekurangan kesulitan-kesulitan duniawi bisa menjadi batu sandungan bagi urusan-urusan agama. Kata  صلوة  memiliki arti berkobar sebagaimana terciptanya kobaran karena api. Begitu pula hendaknnya timbul gejolak di dalam do’a. Ketika sampai pada keadaan  sebagaimana keadaan mati barulah itu disebut  صلوة .[7]

Semoga kita dapat menjaga diri kita dan keluarga dalam menjaga shalat, dan semoga kita dapat menjadikan shalat sebagai benteng pertahanan yang kokoh dalam menjalani kehidupan ini. Amiin.
Wa aakhiru Da’wana ‘anilhamdulillahi Robbil ‘Alamin .
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.


[1] {Q.s Al-Mu’minun: 1-2}
[2] (QS Al-Fathir 35:19)
[3] (Malfuzhat jilid 1 hal 164)
[4] Sunan Abi Daud no. 864, riwayat Harits bin Qubaishah. Lanjutan Hadits tersebut ialah, “…Jika ada yang  kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula [dari yang wajib lalu dinilai dari yang nafal].”
[5] Q.s.al-Ma’un 5-7.
[6] (Nasa’i Bab An-Nisa)
[7] (Malfuzhat jilid 7 hal 368)

2 komentar: