يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿النساء:١﴾
“ Wahai Manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia
menjadikan daripadanya Jodohnya,
kemudian Dia kembangbiakan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak. “ (
An-Nisa: 1)
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ Wahai Manusia!, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “ (
Al-Hujurat : 13)
اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ ْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ
لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.
“Wanita
yang baik adalah untuk lelaki yang baik, lelaki yang baik untuk wanita yang
baik pula (Begitu Sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeqi yang melimpah
(yaitu surga).” (An-Nur:26).
أَلْحَمْدُ لِلّھِ الَّذِي مَنَّ عَلَیْنَا بِإِرْسَالِ
الرُّسُلِ وَالْكُتُبِ وَجَعَلَ
اْلأَنْبِیَاءَ لِخِیَامِ التَّوْحِیدِ كَالطُّنُبِ وَقَفَّى عَلَى آثَارِھِمْ
بِاْلأَوْلِیَاءِ لِیَكُونُوا كَاْلأَوْتَادِ لِلسَّبَبِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى خَیْرِ الرُّسُلِ نُخْبَةُ النَّخَبِ مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِیِّینَ وَشَفِیعِ
الْمُذْنِبِینَ وَأَفْضَلِ اْلأَوَّلِینَ وَاْلآخِرِینَ وَآلِھِ الطَّاھِرِینَ الْمُطَّھَّرِینَ
“...Segala puji bagi Allah yang telah berbuat baik kepada kami
dengan mengutus para Rasul dan Kitab-kitab dan telah menjadikan Nabinabi itu
sebagai tali untuk kemah-kemah tauhid dan menghubungkandibelakang mereka
wali-wali supaya menjadi paku bagi tali-tali danshalawat dan salam kepada
sebaik-baik dan semulia-mulia Rasul,yaitu Khaatamun-Nabiyyiin dan yang akan
memberi syafa’at untukorang-orang yang berdosa dan beliau itu lebih utama dari
semuaorang dahulu dan kemudian dan pula shalawat dan salam bagi parapengikutnya
yang suci dan yang disucikan....” (Anjaame Atahm, hal. 73).
Alhamdulillah, selayaknya kita
bersyukur atas karunia Allah swt yang telah diberikan kepada kita, sehingga
kita dapat berkumpul untuk bisa menikmati hidangan rohani dalam acara Jalsah Salanah
ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad saw.
اَللّھُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّیْتَ عَلَى إِبْرَاھِیمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاھِیمَ إِنَّكَ
حَمِیدٌ مَجِیدٌ
Allah swt menciptakan manusia
tidak terlepas dari sebab dan tujuan. Allah swt tidak mungkin sengaja
menjadikan manusia dimuka bumi ini hanya sebagai makhluk yang sia-sia dan tidak
berguna. Akan tetapi, manusia diciptakan untuk mengenal Sang Penciptanya dan
beribadah kepada-Nya, sesuai dengan firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan
tidaklah kami jadikan Jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. (
adz-Dzariyat : 57).
Jalan untuk memperkenalkan Sang
Khalik kepada hamba-Nya, Allah swt senantiasa telah memilih seorang dari antara
hamba-hamba-Nya, hamba yang dipilih oleh Allah swt ini disebut Nabi atau Rasul.
Jadi tugas seorang Nabi atau Rasul adalah untuk mengajak dan membimbing
umat-Nya untuk mengenal dan beribadah kepada Sang Pencipta-Nya.
كنت كنزا مخفیا فاءرد ت ان عرف فخلقت ادم
Sebagai kaum akhoriin, kita beruntung
bahwa kita telah beriman kepada semua Nabi dari bangsa apapun dan dari Negeri
manapun. Mulai dari Nabi Adam as sampai kepada Penghulu para Nabi, Jungjunan
termulia, Nabi Muhammad saw.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ
رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Tidak sampai disitu keberuntungan
kita juga ialah kita telah meyakini semua sabda Nabi muhammad saw berkenaan
dengan dijanjikannya seorang Al-Masih Al-Mau’ud di akhir zaman ini, yakni Hadhrat
Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud as.
Hadirin yang saya muliakan!
Jemaat Ahmadiyah, adalah
sebuah golongan pembaharuan dalam Islam, dimana kedatangannya sudah dinubuatkan
oleh Rasulullah saw, misi dari Jemaat ini adalah “Yuhyiddina wa Yuqiimusyariah”. Oleh karena itu merupakan sebuah bukti
kebenaran Jemaat, tidak ada satu masalahpun yang tidak mendapatkan pandangan,
tidak ada satu masalahpun yang tidak memiliki solusinya.. termasuk berkenaan
dengan masalah Rishtanata.
Berbicara masalah Rishtanata di dalam
Jemaat, sudah pasti pikiran orang-orang yang dangkal, pikiran orang-orang yang tidak
suka dengan Jemaat selalu mencari-cari masalah dan dibesar-besarkan dan menjadi
alat untuk menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah membawa aturan baru, syariat baru yang tidak sesuai dengan
ajaran al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad
Rasulullah saw. Nau’dzubillahi Min Dzalik.
Bahkan terkadang disisi lain, tak
ayal menjadi luka bagi Jemaat, adalah orang-orang yang mengatakan kami cinta
kepada jemaat, kami sayang kepada Jemaat, kami keturunan Jemaat tapi mereka pun
masih ada yang melakukan pelanggaran terhadap nizam Jemaat, yaitu dengan
menikah / menikahkan dengan ghair Ahmadi. Astahgfirullah hal “adzim .
Seharusnya mereka mengingat sebuah
pepatah Bahasa Arab,
الاء یمان بلا عمل كشجر بلا ثمر
“Iman tanpa amal, Iman tanpa realisasi
bagaikan Pohon yang tak berbuah bahkan tak ayal kering”.
Istilah Rishtanata bagi Jemaat ,
tentunya bukan merupakan suatu hal yang baru lagi, karena sering kali didengar
bahkan menjadi bahasan menarik di dalam setiap pertemuan. Apalagi bagi khudam
dan lajnah muda yang aktif disetiap kegiatan jemaat, istilah ini cukup populer,
karena memang yang menjadi objek Rishtanata adalah mereka.
Namun sejauh ini, masih terlihat
adanya suatu keprihatinan di lingkungan Jemaat, karena dalam perjalanan mewujudkan
Program Rishtanata ini masih kurang mendapatkan perhatian dari diri kita
sendiri, selain itu timbulnya kurang kesadaran sejak dini dalam diri para Anggota
Jemaat, sehingga menimbulkan berbagai macam masalah yang diada-adakan yang menjadi faktor penghambat kelancaran Rishtanata
ini. Sebagai contoh masalah-masalah yang sering ditujukan oleh para generasi
kita yang kurang Tarbiyat:
1.
Terkadang diantara generasi kita
sering menjadikan debat, apa itu Rishtanata? Apa tujuan dari Rishtanata?
2.
Atau ada juga yang mengatakan, di
zaman orang tua kami, tidak ada pembatasan seperti ini, perjodohan seperti ini?
Tidak ada itu dalilnya Rishtanata.
3.
Kemudian ada juga permasalahan dengan
mengkambing hitamkan pardah atau dengan kata lain cenderung ingin memaksakan
adanya sebuah pergaulan pranikah (pacaran), yang tanpa sadar kecenderungan itu
akan menyeret mereka keluar dari Nizam Jemaat.
4.
Atau terkadang ketika seorang khudam
dan lajnah sudah sama-sama setuju untuk melangsungkan pernikahan, orang tuanya
yang justru memaksakan putra-putrinya untuk menikah dengan ghair ahmadi dengan
alasan calon mantunya yang lebih mapan, lebih good looking.
5.
Atau ada juga masalah orang tua atau
si lajnah terpengaruh dengan pergaulan bebas, lebih melihat calon pasangannya dari isi
dompetnya. Yaitu mencari laki-laki yang sekiranya ber-uang saja, atau hanya
bermimpi seperti disiang bolong berharap seorang yang gagah, kaya, sesuai
dengan keindahan dunia saja.
6.
Yang terkahir terkadang, permasalahan
pun muncul karena kurang ketaa’tan kepada Nizam Jemaat.
Definisi Rishtanata itu sendiri adalah berasal
dari bahasa Urdu yang terdiri dari dua kata yaitu Rihstha dan Nata. Rishta
berarti Hubungan kerabat dan Nata berarti Intim. Hubungan yang dimaksud disni
adalah hubungan antara laki-laki dengan perempuan.
Atau secara sederhana boleh
kita artikan “suatu proses menuju pernikahan dan membina rumah tangga untuk
mewujudkan suatu keluarga yang surgawi
yang dilandaskan kepada ketaqwaan.”
Suatu proses dengan tujuan hanya semata-mata demi meraih kecintaan Allah
swt dan dalam upaya mencapai kedekatan kepada-Nya.
Maka dari itu semua, saya ingin
mengingatkan kembali selama yang ada dibenak bapak/ ibu ingin mendapatkan mantu
yang kaya saja, atau ketika seorang khudam atau lajnah hanya berpikir tentang
pernikahan hanyalah tentang pesta perkawinan yang mewah, gaun pengantin yang
indah, maskawin yang wah.. maka sudah pasti tujuan utama Rishtanata ini masih
jauh dari harapan kita.
Hadirin yang saya Muliakan!
Untuk bisa memahami apa
hakikat sesungguhnya dan mendapatkan solusi dari semua masalah Rishtanata, marilah
kita berusaha merenungkannya.
1. Landasan
Sebuah pernikahan adalah Keridhoan Allah swt dan ketaqwaan
Allah Swt Berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
﴿النساء:١﴾
“ Wahai
Manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang
telah menjadikan kamu satu jiwa, lalu Ia menjadikan daripadanya Jodohnya, kemudian Dia
kembangbiakan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah
kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai
hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah adalah pengawas atas kamu. “ (
An-Nisa: 1)
Ayat ini adalah landasan bagi sebuah
nilai pernikahan, dimana setiap pernikahan yang dilaksanakan itu, harus
betujuan kepada ketaqwaan. Ketika sebuah pernikahan ini dilandasi sebuah
ketakwaan maka insyaAllah Ta’ala keluarga yang terbentuk pun akan mendapatkan
Keridhoan dari Allah swt.
Rasulullah saw Bersabda:
اِتَقواالله فى النساء فاءنكم اخذتموهن بامانة الله
واستحللتم فروجهن بكلمة الله (روه مسلم )
“Bertaqwalah/
Takutlah Kepada Allah dakam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka
dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat
Allah.” (Hadits Muslim)
Begitu juga Hadhrat Masih Mau’ud as
telah mengajarkan kepada kita, beliau as bersabda:
وَبِعِزَّةِ اللهِ وَجَلاَلِھِ إِنِّي
آثَرْتُ وَجْھَ رَبِّي عَلَى كُلِّ وَجْھٍ وَبَابُھ عَلَى كُلِّ بَابٍ وَرَضَائُھ’ عَلَى كُلِّ رَضَاءٍ
وَبِعِزَّتِھِ أَنَّھ’ مَعِي فِى
كُلِّ وَقْتِي وَأَنَا مَعَھ’ فِى كُلِّ حِینٍ وَ آثَرْتُ دَوْلَةَ
الدِّینِ وَھَي تَكْفِینِي
“...Dengan kemuliaan Allah saya bersumpah bahwa saya
mengutamakan keridhaan-Nya melebihi segala perkara dan pintu-Nya melebihi
segala pintu lain; dan kesukaan-Nya melebihi kesukaan orang lain dan bahwa Dia
beserta dengan saya setiap waktu dan saya pun mengikuti-Nya dalam segala hal;
dan saya telah mengutamakan kegiatan agama dan dialah yang mencukupi saya....” (Tuhfatu
Baghdad, hal. 19).
“...Ingatlah dengan seyakin-yakinnya, bahwa tiada
sesuatu amal perbuatan dapat sampai ke hadirat Allah swt, apabila amal itu
kosong dari taqwa. Setiap amal baik berakar pada taqwa. Sesuatu amal yang tidak
kehilangan akar itu, amal itu sekali-kali tidak akan sia-sia. Sudahlah pasti,
bahwa kamu sekalian akan diuji pula dengan berbagai macam duka nestapa dan
musibah, seperti ujian yang dialami orang-orang mu’min dahulu. Maka waspadalah,
jangan-jangan kamu nanti tergelincir. Bumi ini tidak akan dapat membinasakan kamu
sedikitpun, andaikata hubunganmu dengan langit terjalin erat. Manakala sesuatu
kemalangan menimpa dirimu, itu bukanlah dikarenakan perbuatan musuhmu,
melainkan oleh tanganmu sendiri. Apabila kemuliaan duniawimu satu demi satu
hilang, Allah akan menganugerahimu dilangit kemuliaan yang kekal-abadi....” (Bahtera
Nuh, h.23, cet. 2007).
“...Hendaklah Pernikahan kalian itu diniatkan agar
kalian masuk dalam gerbang ketaqwaan dan pengendalian diri. Jika tidak, tujuan
kalian hanyalah mengeluarkan nutfah semata, seperti halnya binatang....”(fatawa
Ahmadiyah, J. 2, h. 1)
Hadhrat Khalifatul Masih
Awwal (I) ra Bersabda:
“...Allah Ta’ala telah
memberikan kita suatu prinsip untuk meraih kesuksesan di dunia ini serta di
akhirat kelak. Itu adalah seseorang di dunia ini harus menaruh perhatian
[bagaimana] untuk kehidupan mendatang. Prinsip ini memperindah kehidupannya
baik di dunia ini maupun juga di akhirat kelak. Seseorang harus mulai dari
sekarang untuk mempersiapkan dirinya untuk kehidupan di akhirat kelak....”
“...Janganlah menjadi seperti mereka yang meninggalkan sumber mata
air segala kesucian ini yang Allah Ta’ala harapkan supaya kita bisa meraih
kesuksesan menghadapi segala rencana jahat. Sungguh, manusia dihadapkan kepada
banyak masalah dalam kehidupan namun kemuliaan seseorang yang bertakwa adalah
tidak akan pernah adanya sesuatu yang tidak wajar masuk ke dalam hubungannya
dengan Allah Ta’ala. Kita hendaknya jangan pernah melepaskan hubungan kita
dengan Allah Ta’ala Yang tidak berpisah dari kita di dalam kehidupan dan
kematian....”( Khutbah Hadhrat Khalifatul Masih al-Khomis, 06 Maret 2015).
Hadhrat Khalifatul Masih al
Khomis (V) atba Bersabda:
“...Setiap hari saya menerima surat-surat yang di
dalamnya orang-orang menulis mengenai kesukaran-kesukaran yang mereka hadapi
dalam mengatur pernikahan untuk gadis-gadis dan juga janda-janda...”
“...Kita hendaknya senantiasa selalu mengutamakan
ketakwaan dan keshalehan seorang wanita ketika mengatur pernikahan, jika kita
berbuat demikian maka tidak hanya akan menerima doa-doa Nabi suci saw untuk
kebaikan kita, tetapi juga akan melihat keturunan kita menempuh jalan
keshalehan...”
“...
Semoga Allah memberi kita kemampuan untuk menempuh jalan taqwa ketika mengatur
pernikahan. Semoga kita dapat mengatur pernikahan untuk anak-anak yatim, para
janda dan yang lainnya. Semoga Allah juga memecahkan kesukaran-kesukaran para
orang tua yang mempunyai masalah dalam mengatur pernikahan untuk putera-puteri
mereka. Amiin....”
(
Surat Pusat, Rabwah, 01 Januari 2005, No. T-6937).
Hadirin yang saya Muliakan!
2. Mengutamakan
Kafa’ah
Allah Swt Berfirman:
اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ
وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ
لِلطَّيِّبَاتِ.
“Wanita yang
baik adalah untuk lelaki yang baik, lelaki yang baik untuk wanita yang baik
pula (Begitu Sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeqi yang melimpah (yaitu
surga).”( An-Nur: 26)
Apa itu Kafa’ah?, Kafa’ah itu
adalah kesetaraan/ persamaan. Dan di dalam Islam perihal kafa’ah dalam
pernikahan sudah dicontohkan oleh Baginda Nabi Besar Muhammad saw. Beliau saw bersabda:
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ
اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا
, فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ
اَلسَّبْعَةِ
“Wanita itu
dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena status sosialnya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu lebih mengutamakan
agamanya seadainya kamu tidak ingin tanganmu dikotori lumpur.” (Hadits,
Bukhari. 4845).
Dari hadits ini jelas empat
kriteria yang diajarkan oleh Rasululah saw didalam memilih pasangan hidup.
Siapa yang tidak mau bahwa sebuah pernikahan adalah suatu proses menuju
kebahagian, mencapai keridhoan Allah swt. Dan siapa yang tidak menginginkan pasangan
hidupnya adalah seseorang yang shaleh dan bertaqwa. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
عن عمر وبن العاص : الدنيا كله متاع وخير متاع الدنيا
والمراءة الصالحة
“
Dunia adalah perbekalan, dan sebaik-baiknya perbekalan adalah Istri yang
shaleh” (Hadits. Muslim).
Lalu muncul sebuah pertanyaan,
berarti boleh, nikah hanya karena kriteria pertama? (harta), jawabannya
Boleh..tapi ingat Rasulullah saw memperingatkan dalam sebuah Hadits:
من نكح المراءة لمالها وجمالها حرم الله ما لها
وجمالها
“Barang siapa menikahi seorang perempuan karena hartanya,
niscaya Allah akan melenyapkan harta dan kecantikannya.”
من تزوج امراءة لمالها لم يزده الا فقرا
“
Barang siapa menikahi seorang perempuan karena kekayaannya, niscaya tidak akan
bertambah kekayaannya, bahkan sebaliknya kemiskinan yang akan didapatinya.”
Wah.. kalau begitu, boleh
karena kriteri kedua ? ( Kebangsawanan/ sosial), Boleh.. tapi ingat juga ada
sebuah Hadits Rasulullah saw:
من تزوج امراءة لعزها لم يزده الاذالا
“Barang siapa menikahi seorang perempuan karena
kebangsawanannya, niscaya Allah tidak akan menambah kecuali kehinaan bagi
dirinya.”
Kalau begitu boleh nikah karena
kriteria ke tiga (kecantikan), karena hal ini sedikit lebih baik dibandingkan
dengan harta dan kebangsawanan, sebab harta dapat lenyap dengan cepat,
kebangsawanan dapat hilang bagai asap. Tetapi kecantikan seseorang dapat tetap
sampai wafat, Boleh tapi ingat bahwa
Rasululah saw bersabda:
لاتزوجوا
االنساء لحسنهن فعسى حسنهن ان يرديهن ولا تزوجوهن لاموالهن فعسى اموالهن ان تطغيهن
“Janganlah
kamu menikahi perempuan itu karena kecantikannya, meungkin kecantikannya itu
akan membawa kerusakan bagi mereka sendiri. Dan janganlah kamu menikahi mereka
karena mengharap harta, mungkin hartanya itu akan menyebabkan kesombongan.”
Jadi dari semua itu, sudah jelas
berkenaan dengan Kafa’ah ini. Allah swt sendiri telah berfirman di dalam
Al-Quran:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ
ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“ Hai Manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-lai dan seorang perempuan,
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” ( Q.s. Al-Hujurat :13)
Kemudian Nabi Saw juga
Bersabda:
من نكحها لدينها رزقه الله مالها
“Dan
Barang Siapa menikahi seorang perempuan karena agamanya, niscaya Allah akan
memberi karunia kepadanya dengan harta dan kecantikannya.”
تزوجوهن على الدين ولامة سوداء ذات دين افضال (روه البيهقى)
“Tetapi
nikahilah mereka atas dasar agama. Dan sesungguhnya hamba sahaya yang hitam
lebih baik, asal ia beragama.” ( Hadits Baihaqi).
Hadhrat Masih Mau’ud as
Bersabda:
“Jemaat kita tidak perlu megadakan hubungan perkawinan
baru dengan orang-orang yang mencap kita kafir dan menyebut kita dajjal, atau
mungkin saja mereka tidak menyebut kita kafir serta mereka memuji namun kita
mengikuti langkah mereka itu. Ingatlah!!, jika seseorang tidak dapat
meninggalkan mereka, ia tidak layak masuk ke dalam jemaat kita. Selama seorang
saudara tidak meninggalkan saudaranya, atau seorang ayah tidak meninggalkan
anaknya demi mempertaruhkan nilai-nilai keshalehan dan kebenaran, dia bukanlah
dari jemaat kita. Maka itu seluruh jemaat harus menyimak dengan baik bahwa
penting bagi seseorang yang benar mematuhi syarat-syarat ini....”...Syarat paling
bermakna yang harus mendapatkan perhatian adalah bahwa pemuda ataupun gadis itu
hendaknya seorang yang mukhlis, sopan, dan menampakan tabiat yang baik....” (
Majmu’ah Isytiharat, 7 Juni 1889).
“...Dikalangan Bangsa kita terdapat suatu adat kebiasaan
buruk, yakni mereka tidak suka anak-anak gadis mereka kawin dengan laki-laki
dari suku bangsa atau status sosial lain, bahkan mereka tidak suka, sejauh
berada di dalam daya kemampuan mereka untuk mengambil menantu perempuan darrri
kalangan status sosial lain. Ini merupakan suatu kesombongan dan sifat besar
kepala serta sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam. Semua keturunan Adam
adalah hamba Allah swt. Satu-satunya persyaratan yang harus diperhatikan di
dalam rangka hubungan perkawinan mereka ialah, laki-laki yang akan dikawinkan
itu memiliki sifat Shaleh lagi mukhlis dan tidak mengenal pembagian status
sosial. Hanyalah kebajikan harus dijadikan tolak ukur....” (Fatawa Ahmadiyah,
J.2, h. 908)
Hadhrat Khalifatul Masih al-Khomis
(V) atba, Bersabda:
“...Merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat untuk
memberikanperhatian kepada pernikahan dari mereka yang layak dinikahkan.
Sebagian orang menjadikan diri sendiri terjerat dalam hal- hal kasta (derajat),
keluarga (keturunan) atau kecantikan dan lain-lain. Tetapi Hadhrat Masih Mau’ud
as telah bersabda bahwa perbedaan suku bangsa dan kasta bukanlah sumber
kemuliaan. Seorang yang takut kepada Allaah adalah jauh lebih dihargai daripada
ras dan kasta. Lagi pula ketika Allah sendiri telah menyatakan bahwa kasta atau
suku bangsa (ras) tidak bermakna apa pun bagi Dia dan bahwa kemuliaan sejati
terletak pada taqwa- maka sangat tidak patut bagi kita untuk menuruti perkara
yang demikian tidak berharga...” ( Surat Pusat, Rabwah, 01 Januari 2005, No.
T-6937)
Hadirin yang saya muliakan!
3. Introspeksi
diri, Kejujuran
Allah Swt Berfirman:
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ
عَلَيْكَ حَسِيبًا
“Bacalah
Kitabmu, Cukuplah Dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.”
( Al-Isra: 14)
Jika kita dalam perjalannya ingin mendapatkan jodoh
yang shaleh/ shalehah. Maka kita yang terlebih dahulu harus berusaha menjadi
orang yang shaleh. Mengingat kepada sebuah pepatah sunda “Melak cabe moal
matak jadi bonteng, Melak nu hade moal matak jadi goreng.” (ketika kita
sudah menanamkan pada diri kita sebuah kebaikan, tidak mungkin hasilnya akan
berubah menjadi sebuah keburukan.
اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ ْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ
لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.
“Wanita
yang baik adalah untuk lelaki yang baik, lelaki yang baik untuk wanita yang
baik pula (Begitu Sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rezeqi yang melimpah
(yaitu surga).”
Hadirin yang saya muliakan!
Allah Swt Berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“ Wahai
Orang-orang yang beriman Bertaqwalah kamu kepada Allah dan Ucapkanlah perkataan
yang benar.” ( al-Ahzab: 70)
Selain hal di atas, di dalam masalah
Rishtanata ini juga harus mengedepankan masalah kejujuran, berusahalah
memberikan informasi yang jujur berkenaan dengan riwayat kehidupan. Sebagai
contoh memberikan foto (kalau Bisa) harus yang terbaru, bukan yang sudah lama,
karena pernah terjadi ada yang memberikan foto ketika badannya masih kurus, dan
ketika bertemu ternyata orang nya gemuk, sehingga tidak jadi karena dianggap
tidak jujur. Atau dengan pepatah “jangan seperti membeli kucing dalam karung”
Hadhrat Khalifatul Masih IV rh Beliau
bersabda:
“Ketika memberikan Informasi secara
rinci kepada orang-orang, saudara harus merasa yakin bahwa data-data saudara
yang diberikan itu betul sekali....”(Khalifatul Masih IV rh, 18/03/1988).
Rasulullah saw Bersabda:
اذا خطب احدكم امراءة فلا جناح عليه انينظر منها اذا كان انما ينظر اليها
لخطبة وانكانت لاتعلم
( روه احمد)
“Apabila salah seorang diantara kamu
meminang seorang perempuan, maka tidak berhalangan atasnya untuk melihat
perempuan itu, asal saja melihatnya semata-mata untuk mencari perjodohan , baik
diketahui oleh perempuan itu atau tidak”. (Hadits Ahmad).
Hadhrat Muslih
Mau’ud ra Bersabda:
“ ...Islam mengajarkan “ Quulu Qoulan Syadidan”
berbicaralah sejujur-jujurnya, janga berkata dusta di dalam perkara perkawinan.
Di abad kita ini kepalsuan telah cukup meningkat dan suatu yang berlandaskan
dosa akan berdampak buruk kesudahannya...”
“...Perhatikanlah ini!, hubungan suami –istri bukan
hanya selama satu jam berlangsungnya melainkan sepanjang umur, bahkan samapi
hari kiamat sebab pengaruh hubungan itu terus berlanjut dari generasi ke
generasi. Kita akan menuai dari apa yang kita tabur....” ( Khutba-e-Mahmood, 30
27 Maret 1916).
4. Menanamkan
Keta’atan sepenuhnya kepada Nizam Jemaat sejak dari diri kita dan keluarga kita
Allah Swt Berfirman:
يايها الذين امنوا اطيعوا الله واطيعوا
السول واولى لامر منكم
“Wahai
orang-orang yang beriman, Ta’atlah kamu kepada Allah dan Kepada Rasul dan
kepada pemimpin-pemimpin diantara kamu .”
Di dalam jemaat ini, terdapat
pengurus yang menjadi sebuah sistem untuk mengatur kelancaran segala sesuatu
yang berhubungan dengan kepentingan umum di dalam badan Jemaat, dan terkait
bidang Risthanata selain harus adanya kerja sama yang solid antar anggota dan
pengurus,juga mubaligh, yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan program
Rishtanata ini adalah dimulai dari Keluarga itu sendiri. Kalau kita perbandigkan di dalam hitungan
persen maka 70 % orang tua adalah penunjang keberhasilan Program Risthanata
ini.
Untuk itu para orang tua harus
senantiasa mulai menanamkan kecintaan kepada anak-anaknya agar ikut andil aktif
di setiap kegiatan Jemaat yang diadakan. Orang tua tidak hanya menuntut kepada
seorang anak, melainkan memberikan contoh yang terdepan, memberikan pemahaman
yang baik terhadap Nizam Jemaat, dan memberikan penjelasan yang sedetail
detailnya ketika kita melanggar sebuah Nizam Jemaat.
Nizam Adalah suatu peraturan Jemaat
yang didirikan oleh Allah swt sendiri, dimana dipimpin oleh seorang Nabi atau
Khalifah yang harus ditha’ati oleh kita semua dalam setiap peraturan terutama
dalam hal Risthanata ini. Pertanyaannya adalah seberapa jauhkah ketha’atan kita
dalam setiap peraturan terutama dalam Nizam Rishtanata ini?
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
“Berimanlah kepada-Nya dan hendaklah
mengutamakan Dia lebih dari dirimu, kesenangan-kesenanganmu, dan segala
perhubungan-perhubunganmu. Dengan perbuatan nyata disertai keberanian,
perlihatkanlah kesetiaan dengan sejujur-jujurnya. Kebanyakan orang di dunia ini
tidak mengutamakan Dia dari harta benda mereka dan karib kerabat mereka, akan
tetapi, kamu sekalian hendaknya mengutamakan Dia agar kamu sekalian di langit
akan dituliskan di daftar Jemaat-Nya...”
“...Barang siapa yang baiat kepadaku
dengan sesungguh sungguhnya, dan menjadi pengikutku dengan hati yang
setulus-tulusnya, dan juga membuat dirinya tenggelam sirna di dalam ketaatan
kepadaku, hingga ia meninggalkan segala keinginan-keinginan pribadinya, dialah
yang pada hari-hari penuh derita, rohku akan memberi syafaat kepadanya....” (
Bahtera Nuh, h.22).
Contoh Ketaatan Hadhrat Khalifatul
Masih Awwal ra, Beliau Bersabda:
“ Andaikata Mirza Sahib (Hadhrat
Masih Mau’ud as) meminta kepada saya untuk mengawinkan anak perempuan saya
kepada anak laki-laki nihali (seorang tukang sapu di rumah Hadhrat Masih Mau’ud
as), saya tanpa ragu sedikitpun menyetujui seketika itu juga....” (Siratul
Mahdi, J. 3, H. 614)
Hadhrat Khalifatul Masih Ar-Rabi ra
Bersabda :
“ Apabila suara datang kepada saudara-saudara
mengenai nizam, itu tidak lain adalah suara Tuhan dan apabila saudara-saudara
tidak menyambutnya itu berarti jiwa saudara-saudara kosong dari ketaqwaan....”
Lalu bagaimana ketika seseorang tidak
mau menta’ati dari pada Nizam Rishtanata ini?
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:
“Ingatlah!!, jika seseorang tidak
dapat meninggalkan mereka, ia tidak layak masuk ke dalam jemaat kita. Selama
seorang saudara tidak meninggalkan saudaranya, atau seorang ayah tidak
meninggalkan anaknya demi mempertaruhkan nilai-nilai keshalehan dan kebenaran,
dia bukanlah dari jemaat kita....” ....” ( Majmu’ah Isytiharat, 7 Juni 1889)
Hadhrat Khalifatul Masih al-Khamis
atba Bersabda:
“ Menjadi satu kepastian yang jelas
bahwa bagaimanapun juga seorang wanita ahmadi tidak diizinkan menikah di luar
lingkungan jemaat dengan pria ghair ahmadi. Harus dipahami dengan jelas bahwa
perkawinan di luar jemaat adalah serupa dengan irtidad atau meninggalakan (melepaskan ) Ahmadiyah...”
“...Apabila seorang lajnah
memperlihatkan sikap memberontak dan memberitahukan niatnya untuk menikahi
seorang pria ghair ahmadi dan walaupun diberi peringatan dan nasihat, dia tidak
mengindahkan nasihat itu, maka dia harus dikeluarkan dari Nizam Jemaat....”
“...Jika seorang anggota lajnah tidak
berusaha untuk menghubungi jemaat atau tidak pula memberitahukan niatnya untuk
menikah dengan pria ghair ahmadi, maka sehubungan dengan hal itu Jemaat harus
melakukan prosedur yang telah ditetapkan untuk mengeluarkan dia serta
orang-orang (ahmadi) yang mempunyai kaitan dengan perkawinannya....” ( Surat
Khalifatul Masih V atba, 06 Desember 2003)
Maka dari semua itu khususnya Bagi para Orang tua, para Khudam dan
lajnah yang sudah mapan untuk menikah, nikahkanlah atau menikahlah kepada salah
satu keluarga yang memiliki satu keyakinan yang sama. Menikahlah dengan sesama
Ahmadi. Adapun yang masih jauh dan belum mapan menikah, berniatlah dari
sekarang bahwa kelak akan menikah dengan sesama ahmadi, jangan pernah terlintas
dalam bena generasi kita untuk menikah dengan ghair ahmadi.
5. Mulailah
Bertaqarub dan Berdoa dari sekarang
Allah swt Berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا
مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا
“Dan mereka yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugerahilah
kami istri-istri kami dan anak keturunan yang dapat menjadi penyejuk mata kami,
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang muttaqi (al-Furqan: 75)
Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda;
“ Ya.. Hendaknya penghambaan diri diamalkan. Jadikanlah
diri sendiri sebagai debu di jalan ini. Dan arungilah jalan ini dengan penuh
kesabaran serta keteguhan. Pada akhirnya Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan
upaya gigih sejati orang itu. Dan kepada
orang itu akan Dia anugerahkan nur serta cahaya yang dicari-carinya. Saya heran
dan tidak mengerti sedikitpun, mengapa manusia begitu berani, padahal manusia
tahu bahwa Tuhan itu ada....” ( Malfudzat, London. 1984, J. II, H. 229-230).
Hadhrat Muslih Mau’ud ra Bersabda:
“ Peristiwa Paling berarti di dalam kehidupan orang
adalah perkawinan. Itulah Rasulullah saw telah memerintahkan untuk mendirikan
sembahyang istikharah berkaitan dengan perkawinan, untuk merenungkan secara
mendalam daripada mengikuti perasaan-perasaan. Rasulullah saw bersabda :
perkawinan harus diatur sedemikian rupa sehingga akan membuahkan anak-ana yang
baik dan rela berkorban....” ( Khutbae- Mahmud, 30 Maret 1965).
Hadhrat Khalifatul Masih al-Khomis
atba Bersabda:
“Allah swt telah mengajari kita berbagai macam do’a. Dan
do’a ini merupakan suatu do’a yang lengkap bagi mereka yang mendambakan
pasangan hidup mereka ataupun anak keturunan mereka menjadi penyejutk mata
(qurrota ‘ayun) mereka. Ruang lingkup do’a ini tak terbatas, jauh dari luar
jangkauan manusia. Makbuliyat doa bagi kebaikan suami istri maupun anak
keturunan ini tidak hanya dapat menyejukan pandangan mereka pada kehidupan di
dunia ini saja, melainkan juga akan terus berlanjut pada kehidupan setelah
mati. Ialah dikarenakan anak keturunan mereka akan terus mensyukuri dan
mendoakan orang tua panutan mereka yang telah mendahului ....” (Khutbah
Khalifatul Masih al-Khamis atba, 14/11/ 2008).
Oleh karena itu keberlangsungan doa’
harus kita panjatkan ketika kita menginginkan anak-anak kita memiliki pasangan
hidup yang seiman, sekeyakinan, bukan pas ketika mau menikah. Melainkan
memanjatkan doa’ untuk mengharap jodoh yang baik dan shalehah itu sejak anak
kita masih di dalam kandungan. Dan
mengajarkan kepadanya sejak anak-anak, agar tertanam dalam jiwa mereka
kecintaan kepada Allah swt.
Mudah-mudahhan kita semua diberikan
karunia untuk senantiasa mentaati Nizam rishtanata ini dan diberikan jodoh-jodoh surgawi oleh Allah
swt.
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ
مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Maka tiada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka
dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (
As-sajdah: 18).
واءخر دعونا عن الحمدل الله رب العالمين