Pengikut

Sabtu, 19 Juni 2021

Urgensi dan Hakikat Bai’at

 

إِنَّ ٱلَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ ٱللَّهَ يَدُ ٱللَّهِ فَوۡقَ أَيۡدِيهِمۡۚ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِمَا عَٰهَدَ عَلَيۡهُ ٱللَّهَ فَسَيُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمٗا [1]١٠

Allahmenciptakan manusia tidak terlepas dari sebab dan tujuan. Allah swt tidak mungkin sengaja  menjadikan manusia di muka bumi ini hanya sebagai makhluk yang sia-sia dan tidak berguna. Akan tetapi, manusia diciptakan untuk mengenal Sang penciptanya dan beribadah kepada-Nya, sesuai dengan firman-Nya: 

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦ [1]

Jalan untuk memperkenalkan Sang Khalik kepada hambanya. Allahswt telah memilih seorang atau beberapa orang dari antara hamba-hamba-Nya. Hamba yang terpilih oleh Allahitu disebut dengan nabi atau rasul.

Aku adalah khazanah tersembunyi, maka Aku ingin dikenal, untuk itu Aku ciptakan Adam.

Dengan memperhatikan pelajaran al-quran dan siklus tarikh Jemaat para nabi Allah swt, dapat diketahui bahwa bila Allah swt mengirim seorang rasul atau nabi ke dunia ini, maka bukanlah maksudnya seseorang datang ke dunia ini dengan berceramah kemudian terus pulang, melainkan maksud Allah swt mengutus nabi dan rasulnya ialah untuk mengadakan perubahan dan revolusi di dunia ini. Sebagaimana Imam Razi berkata:

Ketahuilah bahwa kebanyakan manusia terkena penyakit rohani yaitu mereka cinta kepada dunia, loba, hasad, sombong, mencari harta benda yang banyak dan sebagainya. Sedangkan dunia ini adalah seperti rumah sakit yang penuh dengan orang-orang sakit, dan nabi-nabi adalah seperti dokter-dokter yang mahir.[1]

Untuk itu menurut akal manusia dan siklus kehidupan mengkhendaki suatu keterikatan jism dan rohani dengan seorang utusan Allah swt. Untuk mengadakan sebuah perubahan suci di dunia ini. Menurut istilah Islam, ikatan yang dijalin dengan sukarela untuk menyerahkan segala yang dimiliki dan senantiasa diikuti dengan perasaan setia, taat baik dalam keadaan suka maupun duka itu dinamakan bai’at.

Maka beruntunglah bagi kita yang telah beriman dan bai’at kepada Imam Mahdi as pada akhir zaman ini, dimana beliau as sebagai utusan Allah swt, murid setia dari nabi besar Muhammad saw, karena seandainya kita tidak mau menerima dan tidak mau bai’at , maka Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa yang mati, sedangkan dalam hidupnya tidak ada ikatan bai’at, maka ia mati secara jahilliyyah.”

[1] (Al-Tafsir al-Kabir, Juz. 5, H. 429/ Syara Fususul Hikam, H.174).


[1] “Dan tidaklah Aku menciptakan 

Tetapi karena kelemahan pada fitrat manusia, banyak diantara kita yang mengartikan bahwa dengan sekedar mengucapkan kami sudah bai’at kepada Hadhrat Imam Mahdi as, kami cinta kepada beliau as, namun tanpa melakukan amal, tanpa memahami tujuan dari bai’atnya, mereka menganggap bahwa baiat, kecintaan, keimanan mereka itu telah sempurna, dan keselamatan pun akan diraih. Sungguh suatu penyesalan yang sangat besar atas adanya anggapan tersebut, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

Ingatlah!!, kalian sudah menyatakan bai’at dan telah berikrar janji. Ikrar melalui mulut mudah saja, akan tetapi melaksanakan janji itu sungguh susah dan berat sekali[1]

Melakukan bai’at berarti menyadari hakikat bai’at. Seseorang yang melakukan bai’at secara langsung, menempatkan tangan diatas tangan, tetapi tidak mengerti atau tidak peduli tujuan sebenarnya maka bai’atnya tidak berguna dan tidak memiliki arti apa-apa dimata Allah swt., melakukan bai’at hanyalah kulit luar sedangkan inti ada di dalamnya. Kondisi seseorang hendaknya jangan seperti telur yang tidak memilki kuning  atau putih dan terpaksa dibuang. Dia harus memeriksa diri sendiri apakah dia hanya kulit belaka atau apakah ada isi didalamnya.

Sabda beliau as ini mengingatkan kepada kita sebuah pepatah, mengatakan:

“Iman tanpa amal, iman tanpa realisasi bagaikan pohon yang tak berbuah, bahkan tak ayall berkahir kering dan mati.”

Berkenaan dengan hal itu, marilah kita renungkan daripada tujuan-tujuan bai’at yang telah disabdakan oleh Beliau as:

1.   Fanaa Fillah (Fana kepada AllahSwt)

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ [1]

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

“Setelah masuk ke dalam jemaat ini, pertama- tama harus dilakukan perubahan kehidupan, harus mempunyai keimanan sejati terhadap Allah swt, bahwa Allah sangat berguna untuk dimintai pertolongan dalam setiap terjadi musibah. Jangan sekali-kali memandang perintah-perintah-Nya itu dengan pandangan hina, segala perintahnya harus dijunjung tinggi dan hal itu harus dibuktikan dengan amal perbuatan.”

“Tujuan sebenarnya bai’at bahwa pertama yang sangat penting adalah manusia harus meyakini Allah itu adalah Tuhan yang maha esa, tidak ada sekutu baginya.  Hakikat bai’at harus sepenuhnya dipahami dan dilaksanakan. Dan hakikat bai’at adalah bahwa orang yang bai’at harus sepenuhnya dipahami dan dilaksanakan.”

“Dan hakikat bai’at adalah bahwa orang yang bai’at menanamkan perubahan yang tulus, serta takut kepada Allah ta’ala dan setelah mengetahui tujuannya yang sejati menunjukan contoh yang murni, jika gagal melakukan ini tidak ada manfaatnya melakukan bai’at. Sebaliknya baiat tersebut akan menjadi sebab hukuman yang lebih besar, sebab sengaja tidak mematuhi perjanjian setelah membuatnya sangat berbahaya.”

“Keinginan-keinginan hawa nafsu adalah syirik dia menutupi kalbu manusia, sekalipun manusia telah melakukan bai’at, maka syirik itu akan menjadi sebab tergelincirnya bagi dirinya. Sekalipun dia sudah melaukan bai’at banyak manusia yang tergelincir, sebabnya adalah ia tidak memahami maksud dan tujuan bai’at itu dengan sesungguh-sungguhnya. Sedangkan maksud dan tujuan bai’at itu adalah menyerahkan diri seluruhnya secara sempurna kepada kehendak Allah swt dan membersihkan diri dari setiap jenis syirik.”

2.   Fanaa Fil Mahbub

 

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١[2]

“Tujuan sebenarnya bai’at adalah  meyakini bahwa Muhammad saw adalah Rasulullah dan Nabiyullah yang benar… mengikuti Rasulullah saw dengan sebenar-benarnya.”

“Janganlah kalian hendak meninggalkan al-quran seperti sebuah buku yang telah dilupakan, sebab didalamnya mengandung sumber kehidupanmu. Barangsiapa yang memuliakan al-quran diatas segala hadits dan sabda-sabda yang lain, ia akan dijunjung tinggi di langit. Bagi bani adam kini tidak ada seorang rasul dan juru syafaat lain kecuali Muhammad musthafa saw. Maka berusahalah kamu sekalian untuk mendambakan kecintaan yang semurni-murninya bagi nabi agung ini. Janganlah memberi tempat kepada siapapun yang lebih tinggi dari pada beliau saw, agar kamu dimasukan kedalam golongan orang-orang yang diberi keselamatan oleh Allah swt.

 

3.   Jihad dan perubahan dunia baru

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ [3]١٦٢

“ Tujuan dari pendakwaanku adalah Tuhan mengkhendaki agar di dalam diri kalian terjadi perubaan yang sangat besar, dan sifatnya menyeluruh, dia menuntut dari kalian suatu maut, sesudah menjalani maut itu kalian akan diberi kehdupan baru oleh Tuhan.”

 

“Perubahan adalah sangat penting setelah mengambil bai’at, dan jika tidak perubahan yang dilakukan maka perbuatan itu sama saja dengan mempermainkan bai’at. Sesungguhnya orang yang melakukan bai’at hanyalah orang yang kehidupannya yang sebelumnya mati dan dia memulai kehidupan baru setelah baiat.”

“Aku sekali lagi ingin mengatakan bahwa janganlah kamu merasa puas bahwa secara lahir kamu telah bai’at, bentuk lahir tidaklah mengandung hakikat apa-apa. Tuhan melihat tembus kedalam hati kamu sekalian, dan di akan menuntut kamu sesuai dengan keadaan hatimu, dan ingatlah baik-baik, jika kalian tidak menerapkan taqwa dan tidak banyak melakukan kebaikan-kebaikan yang dikehendaki oleh Allah swt, maka sebelum yang lain, Allah swt pertama-tama akan membinasakan kalian, sebab kalian telah mempercayai suatu kebenaran, kemudian kalian menolak untuk mengamalkannya. Kalian sama sekali jangan merasa cukup dan sombong bahwa kalian telah melakukan bai’at. Selama kalian belum menerapkan taqwa sepenuhnya, sekali-kali kalian tidak akan dianugerahi keselamatan. Secara zahiriah Allahswt tidak memiliki tali persaudaraan dengan siapapun.”


4.   Jihad dengan harta

لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ ٩٢[4]

 

“Ada orang yang melakukan bai’at dan mereka juga berikrar bahwa mereka akan mendahulukan agama daripada dunia, akan tetapi ketika dihimbau untuk memberikan bantuan (candah), maka mereka pegangi saku mereka kuat-kuat. Nah apakah dengan kecintaan terhadap dunia yang demikian itu dapat mencapai suatu tujuan rohaniyah/ baiat? Tidak sama sekali tidak.”

 

“Tampak dalam beberapa hari ini ratusan orang telah bai’at, tidak ada seorangpun yang menganjurkan kepada mereka bahwa disni diperlukan candah..” hendaknya setiap orang yang telah bai’at berjanji bahwa ia senantiasa akan memberikan sekian besar candah. Sebab , seseorang yang berusaha dan berjanji untuk Allah swt, maka Allah akan memberkati rezeqinya.”

 

“Jika ada orang yang tidak mengetahui, maka hendaknya diberitahu, hendaknya diberi pengertian supaya mereka ta’at sepenuhnya, jika begitu saja pun mereka tidak berjanji (berkorban di jalan Allah Swt), maka apa gunanya bergabung dengan jemaat.”

“Seseorang yang sangat kikir , jika seandainya satu sen dia sisihkan setiap hari. Dari uangnya untuk candah , maka dengan itu dia dapat memberikan cukup banyak, jika ada seseorang yang makan empat potong roti, dia hendaknya menyisihkan sepotong roti untuk jemaat ini. Dan biasakanlah diri untuk menyisihkan seperti itu.. padahal disini candahnya sangat ringan, jadi barangsiapa tidak berjanji, dia hendaknya dikeluarkan, dia adalah munafik, dan hitam hatinya…”

“Perjanjian ini adalah perjanjian dengan Allahswt, ini harus diingat, mengambil sikap yang berlawanan dengan itu adalah sebuah pengkhianatan…”

“Telah datang masanya ketika ratusan orang bai’at, akan tetapi setelah itu, sangat sedikit orang yang membayar candah secara dawam setiap bulannya, apalah yang dapat diharapkan lagi dari orang yang tidak memberikan bantuan beberapa rupiah kepada jemaat ini sesuai dengan kedudukan, kemampuan serta taufik yang ia peroleh, dan apalah manfaat wujud dia ada bagi jemaat ini?”

“Jadi saya tekankan, kepada setiap kalian (yang telah bai’at), supaya memberitahukan saudara-saudara kalian mengenai candah. Juga kepada mereka yang lemah pun, ini bukanlah suatu kesempatan yang datang ke tangan kita, betapa ini suatu zaman yang penuh dengan berkat. Ketika tidak ada dituntut suatu pengorbanan jiwa. Dan zaman ini pun bukanlah zaman pengorbanan jiwa, melainkan suatu zaman bagi pengorbanan harta sesuai dengan kemampuan semata. Orang yang telah memberikan sedikit-sedikit namun secara dawam adalah lebih baik daro pada orang yang memberikan banyak namun hanya kadang-kadang.”

5.   Jihad melawan diri sendiri

وَمَن جَٰهَدَ فَإِنَّمَا يُجَٰهِدُ لِنَفۡسِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ  ٦[5]                             

ٱقۡرَأۡ كِتَٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبٗا [6]١٤

 

“Zaman sekarang ini zaman peperangan rohani, peperangan dengan syaithan sudah mulai, degan membawa semua kemakaran dan tipu daya.”

“Secara zahirnya orang-orang yang telah menerima kebenaran dakwaku (bai’at), diwaktu sekarang ini harus melakukan peperangan yang sangat hebat terhadap nafsunya sendiri. Dia akan mengalami keadaan yang memaksa dirinya harus berpisah dari saudara-saudara kandungnya sendiri, kegiatan ekonomi dan perniagaannya akan terpaksa harus terputus, dia terpaksa harus mendengar berbagai mcam penghinaan dan mendengar kutuk laknat dari manusia, akan tetapi gajaran dari perkara itu semua akan diterima di sisi tuhan yang maha kuasa

Ingatlah untuk mengalahkan kekuatan syaithan –syaithan jahat yang berkeliara diluar kita harus berusaha untuk mengatasi syaithan yang ada di dalam diri kita masing-masing.”

“ Sebab kemenangan kita dapat diperloeh bukan karena adanya hubungan zahiriyah denganku, melainkan dengan jalan khusuknya beroa yang dipanjatkan kepada Allahswt. Dan untuk kemakbulan doa-doa kita, diperlukannya amal perbuatan yang sesuai dengan kehendak Allahswt.. Allahswt mengkhendaki agar mereka yang menerima pendakwaanku memperlihatkan contoh kehidupan takwa dan kebersihan serta kesucian hati, dan ini sesuai dengan tujuan dia mendirikan silsilah ahmadiyah ini.”

“Jika kalian memiliki pertentangan antar satu sama lain, sudahilah pertentangan itu dengan aman dan damai serta maafkanlah kesalahan saudaramua itu, sebab sesungguhnya jahatlah orang yang tidak bersedia diajak berdamai oleh saudaranya. Ia aka diputuskan hubungannya sebab ia telah mencoba menanam benih perpecahan diantara mereka sendiri.”

“Tinggalkanlah keinginan untuk mengikuti hawa nafsu dan bersitegang satu sama lain, walaupun seandainya kamu berada di pihak yang benar, bersikaplah merendahkan hati, seakan-akan kamu yang bersalah, agar kamu sendiri diperlakukakn dengan pengampunan oleh Allah swt.”

“Ingatlah.. tinggalkanlah kemarahan, karena kesombongan dan takabur itu timbul dari kemarahan yang tak terkendali.. maka aku tdak mengkhendaki orang-orang yang dalam jemaatku menganggap satu sama lain lebih kecil atau lebih besar, atau saling menyombongkan diri satu sama lain, dan menadang dengan pandangan yang rendah, Allahtaala lebih mengetahui siapakah yang besar dan siapakah yang lebih kecil.”

“Selama manusia melakukan amal dengan niat yang baik barulah ia kana bersa dalam jemaatku. Naumn hanya mendakwakan diri sebagai seorang ahmadi sama sekali tidak ada faedahnya. Selama idia tidak mau merendahkan hatinya, maka semua pendakwaannya tidak ada manfaatnya, dan tidak ada manfaatnya dari bai’atnya..”

“Ingatlah setiap ghair ahmadi yang berjumpa dengan kaian, ia akan melihat perangai kalian, dan ia akan memperhatikan bagaimana prilaku kalian , akhlak budi pekerti kalian serta menilai bagaimana disiplin kalian dalam mentaati pertauran, dan mentaati hokum Allahjika mereka mejumpai smua tidak baik, maka mereka akan terpedaya oleh kalian, maka ingatlah kalian kepada semua perkara itu..”

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ [7]

“Jadi Allah swt sangat tidak menyukai perkaran yang bertolak belakang dengan perbuatan, bahkan itu merupakan dosa. Kalian dengarlah perkataanku dan ingatlah benar benar bahwa jika perkataan seseorang tidak dengan kesungguhna hati dan amal maka perkataan itu tidak ada manfaatnya…”

“Jika jemaat kita ini mau menjadi jemaat yang sejati, maka mereka harus bersedia menghadapi maut dan berusaha menghadapi semua kesulitan dan kesukaran”

Semoga kita senantiasa dapat memenuhi semua tujuan dan hakikat baiat ini, yang tidak hanya semata-mata diucapkan saja, melainkan kita selalu berusaha untuk mengamalkan, sera melakukan perubahan di dalam diri kita masing-masing. Amiin.

 

وَءَاخِرُ دَعۡوَىٰنا أَنِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

mujeeb @



[1] Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (At-Talaq: 2-3)

[2] Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allahakan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allahmaha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Ali-Imran: 31)

[3] Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (Al-An’am: 162)

[4] Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allahmengetahuinya. (Ali-Imran: 92)

[5] Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allahbenar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Al-Ankabut: 6)

[6] "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu" (Al-Isra :14)

 

[7] Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allahbahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (As-Saf: 2-3)

 


[1] (dzikir habib, H.437-438)Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah-Ku” ( Al-Dzariyyat: 57) 

[1] Sesungguhnya orang-orang yang bai’at kepada Engkau (Muhammad Saw) sebenarnya mereka baiat ditangan Allah, tangan Allahada diatas tangan mereka, maka barangsiapa memutuskan janjinya, maka ia memutuskannya untuk kerugian dirinya sendiri, dan barang siapa yang menyempurnakan apa yang telah dijanjikannya kepada Allah, maka Dia pasti akan memberinya ganjaran yang sangat besar.” ( Al-Fath: 11)


Jumat, 26 Februari 2021

Khazanah Sabda: Hadhrat Imam Mahdi as

 

Seri Khazanah: Nasihat Khalifah Islam

 

Nabi Muhammad saw adalah contoh terbaik dalam bersyukur

Bukan hal yang baru bagi yang mulia, Khalifah umat  Islam saat ini yakni Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba, senantiasa mengingatkan kepada semua umat Islam agar selalu mengamalkan sunah-sunah Rasulullah saw, salah satunya adalah bersyukur dalam berbagai aspek kehidupan.  Beliau atba bersabda:

“Di dalam diri Rasulullah saw. terkumpul semua akhlak yang tentangnya fikiran manusia dapat lingkupi, dan di dalam dzat beliau saw, terkumpul semua akhlak yang pantulannya nampak atau dapat nampak dalam diri hamba-hamba pilihan Allah dan pada diri para nabi Allah. Dari antara semua itu satu akhlak adalah bersyukur atau  berterima kasih. Di dalam Al-Quran berkenaan dengan Hadhrat Ibrahim Allah berfirman: - syaakiral-lian'umih -"yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah". (An-Nahl 122). Dan berkenaan dengan Hadhrat Nuh as., Dia berfirman:

innahu kaana 'abdaan syakura - "sesungguhnya dia adalah hamba [Allah] yang banyak bersyukur". (Bani Israil 4).

Sama sekali bukanlah maksudnya bahwa legimitasi (pengakuan dari Allah itu hanya diraih oleh dua nabi itu semata dan tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Berkenaan dengan Rasulullah saw. disebutkan bahwa di dalam diri beliau saw. telah dikumpulkan semua kebaikan para nabi, bahkan beliau adalah, - afdhalur-rusul (Rasul termulia), yakni lebih mulia dari semua Rasul.

Semua keindahan, semua akhlak mulia bagaimanapun itu, jika ingin melihat puncak tertinggi maka lihatlah pribadi Rasulullah saw.. Berkenaan dengan beliau Dia berfirman: - walakir-rasuulallaahi wa khaatamannabiyyiin - "tetapi dia adalah Rasulullah dan semulia-mulia nabi". (Al-Ahzab 41). Kedudukan beliau di sisi Allah paling dekat dari semua [para nabi]. Semua standar akhlak yang tinggi dan sifat-sifat yang mulia yang didapatkan di dalam diri para nabi, atau yang akan didapatkan di dalam diri para nabi yang akan datang, titik puncak semuanya itu telah sempurna dalam diri beliau saw. - seolah-olah kepada semuanya beliau saw. telah membubuhkan contoh-contoh beliau. Dan kini, inilah (beliaulah) contoh-contoh itu yang akan kekal tetap ada selama dunia ada. Jadi ini merupakan legitimasi atau pengukuhan yang paling besar yang Allah telah berikan kepada beliau saw.. Sebagaimana sebelumnya telah saya sebutkan, yakni akhlak atau budi pekerti bersyukur atau mengetahui bagaimana bersyukur kepada Allah Swt."

Menjadi manusia yang paling bersyukur

Rasulullah saw. setiap saat, setiap detik, senantiasa dalam pencaharian (mencari) bahwa bagaimana agar dapat melakukan ungkapan rasa terimakasih (syukur) kepada Allah. Tidak ada peluang yang beliau biarkan berlalu dimana beliau tidak berdoa dengan penuh gejolak rasa syukur di hadapan Allah. Setiap saat, inilah senantiasa upaya beliau yaitu supaya beliau menjadi hamba yang paling bersyukur (berterima kasih) kepada Allah, dan untuk itu setiap saat beliau senantiasa berdoa.

 Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat yang 'Abdullah bin Abbas ra. riwayatkan bahwa Rasulullah saw. senantiasa berdoa: - Allaahummaj'alnii laka syaakiraw-wa laka dzaakira – "wahai Allah jadikanlah aku menjadi orang yang banyak bersyukur dan banyak berdzikir kepada Engkau". (Abu Daud kitaabush-shalat bab maa yaquulurrajulu idzaa aslama). Tertera dalam riwayat lain dimana di dalamnya bersama dengan doa itu ada kata-kata yang lebih. Beliau memohon ini di hadapan Tuhan beliau: "Wahai Allah, jadikanlah saya menjadi orang yang paling banyak bersyukur kepada Engkau, menjadi orang yang mengikuti nasihat Engkau dan senantiasa mengingat nasihat Engkau". (Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 hlm. 250 Edisi Beirut).

Bersyukur dalam tetesan air hujan pertama

 Untuk selanjutnya saya akan sajikan contoh-contoh yang dari itu akan dapat diketahui sampai dimana ungkapan rasa syukur beliau kepada Allah. Bagaimana setiap saat setiap detik senantiasa dalam mencari celah bagaimana menyatakan gejolak rasa syukur, tetapi kendati demikian terdapat rasa khawatir yang beliau utarakan dalam bentuk doa ialah "supaya saya senantiasa menjadi orang yang bersyukur". Beliau dalam setiap hal, kendati itu sampai yang sekecilnya sekalipun, andaikata sampai faedahnya kepada diri beliau, atau telah sampai faedahnya kepada beliau maka beliau menyatakan rasa syukur kepada Zat Allah. Kemudian tidak ada lagi dipersoalkan mengenai nikmat-nikmat Allah yang berlalu tanpa beliau mengucapkan rasa terima kasih (rasa syukur). Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat bahwa apabila datang (turun) hujan yang pertama maka beliau bersyukur kepada Allah. Berkaitan dengan ini Hadhrat Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa: Pada suatu ketika kami bersama Hudhur saw.. Maka begitu untuk merasakan air hujan pertama yang turun beliau membuka kain penutup kepala beliau dan mengambil air hujan itu tanpa tutup kepala. Pada saat ditanyakan maka beliau menjawab bahwa, "Ini baru-baru datang dari Tuhan-Ku". (Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 3 hlm. 267 Edisi Beirut). Tertera dalam riwayat lain bahwa apabila tetesan hujan pertama turun maka beliau menyambutnya dengan menjulurkan lidah beliau, bahwa "ini adalah nikmat Allah dan inilah cara untuk pengungkapan rasa syukur atau terima kasih atas turunnya" yaitu beliau langsung merasakannya. (Tanggal 22 Shaffar 1426 HQ (1 Shahadat 1384 HS/April 2005 M) di Masjid Baitul-Futuh, Morden, London, Inggris)

Mudah-mudahan kita sebagai  umat Nabi Muhammad saw, senantiasa mengamalkan apa yang iingatkan oleh Khalifah Islam saat ini, bahwa mulailah bersyukur dari hal yang terkecil dalam kehidupan kita. Amiin.


Rasulullah saw. senantiasa berdoa: - 
Allaahummaj'alnii laka syaakira-wa laka dzaakira –
"wahai Allah jadikanlah aku menjadi orang yang banyak bersyukur dan banyak berdzikir kepada Engkau".
(Abu Daud kitaabush-shalat bab maa yaquulurrajulu idzaa aslama). 

Sabtu, 06 Februari 2021

Peran Seorang Ibu dalam membentuk Generasi yang Bertakwa dan Mencintai Khilafah

Agama Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada satu kekurangan didalam syariat dan petunjuknya. Ajarannya sangat begitu indah dan manis. Namun dibalik kemanisannya, masih banyak dari para pembenci Islam, menuduh bahwa Islam adalah agama yang sangat merendahkan kedudukan seorang perempuan. Bahkan, menurut tuduhan mereka,  Islam menghapuskan hak-hak kehidupan bagi seorang perempuan. Na’udzubillahhimin dzalik.

Tentu saja, tidak ada dari tuduhan-tuduhan tersebut yang tidak  memiliki jawaban didalam Islam.  Salah satu bukti dari keagungan Ajaran Islam,  memuliakan seorang perempuan adalah sebuah hak yang sama bagi semua makhluk Allah Swt yang tercantum di dalam Al-Quran, sebagai hal yang mudah, Allah swt secara khusus menurunkan firmanNya dalam sebuah surat yang diberikan nama an-Nisa (yang berarti Perempuan), kemudian di dalam al-Quran juga memberikan beberapa contoh sosok Perempuan yang shalehah sebagai cerminan bagi seluruh orang-orang yang beriman di dunia ini.[1]  itu merupakan contoh-contoh yang begitu nampak bahwa Islam sangat memuliakan kedudukan seorang perempuan,

Di sisi lain, Islam juga senantiasa meninggikan derajat seorang perempuan, sebagaimana Nabi Muhammad Rasulullah saw  bersabda:

Al-Jannatu Tahta Aqdamil Ummahat

“Surga  itu terletak di bawah telapak kaki Ibu”

 Hadits ini menjelaskan bahwa betapa tingginya derajat seorang perempuan di dunia ini, mereka merupakan makhluk yang dapat menentukan kehidupan surga atau neraka bagi anak-anaknya, mereka memiliki tanggung jawab untuk perkembangan moral dan kerohanian. hal ini semua diembankan kepada seorang perempuan khususnya seorang Ibu, karena mereka memiliki pengaruh terbesar bagi kehidupan anak-anaknya.

Sekarang muncul sebuah pertanyaan, bagi para Ibu, Apakah di setiap kaki mereka, terletak surga untuk anak-anaknya?  Kemudian bagaimana cara mewujudkan surga untuk anak-anak kita sebagai generasi Jemaat?

Jawaban dari semua itu  adalah bahwa pertama seorang Ibu  harus memiliki kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Khilafat di dalam dirinya, dan kemudian mentarbiyati kepada anak-anak mereka melalui contoh kebaikan dari dirinya, didukung dengan  dawamnya berdo’a yang sungguh-sungguh dan tanpa henti bagi  kemajuan akhlak anak-anaknya.

Sebagaimana Hadhrat Khalifatul Masih IV rh  telah bersabda:

“Saya menasihatkan kepada kalian untuk menjaga diri agar tidak terhanyut dengan budaya barat atau budaya lainnya… “jika kalian asyik masuk dalam kecintaan kepada Tuhan, maka segala permasalahan akan terselesaikan. Setelah ini, tidak perlu meminta nasihat lain. Kemudian Tuhan sendiri yang akan menjaga kalian dan Dia sendiri yang akan membuat kalian berhasil dengan memperlihatkan kepada kalian jalan yang benar dengan arah yang tepat dan cara untuk menghadapinya.”…”Generasi yang lahir sebagai hasil dari cinta tersebut tentu akan tumbuh menjadi generasi milik Tuhan. Jadi ketika dikatakan bahwa surga terletak di bawah telapak kaki Ibu, tidak berarti bahwa surga terdapat pada kaki semua Ibu. Hal ini berarti bahwa jika surga dapat diturunkan kepada generasi penerus maka hanya dapat diwariskan melalui para Ibu yang dalam diri mereka terdapat sebuah tanda surgawi dan surga menjadi gambaran dari keberadaan mereka.”[2]

Lalu muncul pertanyaan Mengapa tugas utama dari tarbiyat anak-anak harus diemban oleh seorang Ibu?

Pertama-tama, tugas ini telah diembankan kepada kaum perempuan oleh Allah Ta’ala. Al-Qur’an menyatakan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan segala sesuatu dalam sebuah bentuk dan fungsi tertentu[3] Dan kaum perempuan telah diberikan bentuk yang dibutuhkan untuk melahirkan anak-anak dan berperan untuk membesarkan mereka.

Pentingnya peran ini secara jelas telah ditetapkan oleh Rasulullah saw sebagaimana sebuah riwayat

Rasulullah saw bersabda:

 “Wahai kaum perempuan, pahamilah dan sampaikan kepada para perempuan yang kalian wakili bahwa seorang perempuan yang menjaga rumah tangga suaminya dengan cara yang terbaik saat ia tidak ada dan membesarkan anak-anaknya dengan akhlaq yang baik akan mendapatkan ganjaran yang sama sebagaimana kaum laki-laki melakukan kebaikan lainnya dan jihad?” [4]

Dari Hadits tersebut, maka pahamilah oleh kita bahwa membesarkan anak-anak untuk menjadi Ahmadi yang shaleh, adalah sama pahalanya berjihad di  jalan Allah Swt.

Yang kedua, Hadhrat Khalifatul Masih II ra ,menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengaruniakan sebuah bakat khusus untuk tugas ini kepada para Ibu karena mereka memiliki kemampuan untuk melawan Syaitan. Huzur ra bersabda:

 “Jika seorang perempuan memutuskan bahwa ia akan membentuk generasi mendatang yang shaleh dibandingkan yang biadab, maka bagaimana syaitan akan dapat merebut mereka?”[5] .  “kaum laki-laki biasanya tidak berhasil dalam menghadapi syaitan. Seorang laki-laki terbaik, dapat mengubah satu generasi dan membuatnya shaleh, namun perempuanlah yang memiliki kemampuan untuk merubah keseluruhan generasi masa depan.

Beliau ra menjelaskan: “… hanya perempuan yang mampu menantang syaitan secara tetap. Jika kaum perempuan memutuskan untuk membentuk generasi penerus pengkhidmat agama, maka bagaimana syaitan akan merusaknya? generasi mendatang tidak dipengaruhi oleh syaitan Akan tetapi oleh para Ibu mereka, akan tetapi para Ibu dapat membuat kesalahan dengan membiarkan mereka pergi, sehingga mereka menjadi sasaran syaitan. Kalian harus memahami tanggung jawab kalian.”

Alasan lain mengapa pendidikan anak-anak dipercayakan kepada para Ibu adalah karena jalinan istimewa antara Ibu dan anak, yang ada diantara para Ibu dengan anak-anak mereka. Penelitian menunjukkan bahwa hingga usia remaja, anak-anak secara alami cenderung kepada Ibu mereka jauh dibanding dengan Ayah mereka, hal ini memberikan sebuah kesempatan yang lebih besar kepada para ibu untuk mempengaruhi dan mendidik anak-anak mereka.”[6]

Jadi para Ibu harus benar-benar memahami pentingnya peran ini, dapat dikatakan bahwa begitu mulianya pekerjaan ini, yakni dalam mendidik anak-anak pada setiap tahapan kehidupan mereka yang keberhasilannya bukan hanya akan menyelamatkan anak-anaknya saja, melainkan ibunya sendiri akan mendapatkan ganjaran dan karunia keberkahan surga dari Allah Swt.

 

Sebagaimana sabda Hadhrat Khalifatul Masih IV (rh):

 “Seorang perempuan Ahmadi harus mampu memenuhi harapan Rasulullah saw dalam menciptakan sebuah gambaran surgawi di dunia ini. Dia harus mampu menjadi sumber daya tarik dan kebahagiaan bagi rumahnya, dimana ia menjadi poros dan para anggota keluarganya berputar mengelilinginya. Mereka tidak mendapatkan kenyamanan diluar melainkan mendapatkan kedamaian dan ketenangan dalam rumah mereka.” [7]

Cara-Cara Membentuk Generasi yang bertaqwa 

1.   Jadilah sebagai  TELADAN

Sebuah Pepatah mengatakan “ Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”, artinya  anak merupakan seorang peniru yang hebat,  Maka berikan mereka sesuatu yang baik untuk ditiru. Itulah sejatinya yang harus dilakukan oleh diri kita,  dalam membentuk generasi yang hebat dan bertaqwa. Anak-anak senantiasa meniru dan memperhatikan siapa saja yang ada disekitarnya. Dalam artian seorang anak adalah cerminan bagi kedua orang tuanya. Terutama sang ibu yang memiliki ikatan khusus dengan seorang anak.

Oleh karena itu, para Ibu harus memperhatikan perilaku mereka,  bahkan jika seorang anak tidak mematuhi kepada orang tua nya, tentunya itu adalah contoh yang tidak disadari oleh diri kita, mungkin disatu waktu kita memberikan hal yang sama didepan anak, ketika kita tidak menghormati atau mentaati perintah dari kakek neneknya. Jadi, jika seorang Ibu ingin membesarkan seorang anak Ahmadi yang shaleh, penting baginya untuk memiliki kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Saw, benar dalam baiatnya kepada Hadhrat Masih Mau’ud As dan memperlihatkan penghormatan dan ketaatan kepada Hadhrat Khalifatul Masih atba dan Nizam Khilafah.Dia harus senantiasa mendirikan Shalat dan membaca Al-Qur’an dalam rumahnya, berpegang teguh pada pardahnya,  rasa hormat dan kecintaan terhadap suami dan keluarganya, dan menciptakan sebuah rumah yang penuh cinta dan keharmonisan.

Hadhrat Khalifatul Masih IV rh bersabda:

“Sekarang, untuk membesarkan anak-anak yang baik seperti ini, kalian harus menjadi Ibu yang baik. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa kalian bukanlah Ibu yang baik, namun senantiasa berdoa untuk anak-anak kalian atau memohon doa bagi mereka agar Tuhan menjadikan mereka anak yang baik….” [8]

Oleh karena itu, para Ibu memiliki tugas penting untuk mempersiapkan sebuah contoh yang baik, yang terkadang tampak sulit di suatu waktu. Namun para Ibu harus senantiasa ingat bahwa ketika Allah Ta’ala menetapkan tugas yang sangat sulit ini bagi mereka, Dia juga mengaruniakan pada diri mereka kesempatan untuk memperbaiki dan merubah diri mereka. Ketika seorang Ibu berupaya keras menghilangkan kelemahan mereka, merubah sikap dan kebiasaannya, dan membuat kemajuan dalam kehidupan kerohaniannya, perubahan dirinya akan dapat menyelamatkan anak-anaknya. Sebagai tambahan, hal ini mengajarkan kepada anak-anak mengenai pentingnya senantiasa berupaya keras meningkatkan kualitas diri demi Allah Ta’ala dan bermanfaat bagi mereka yang berada disekeliling kita.

2.   Berdoalah untuk keluarga kita

Tidak ada yang mungkin tanpa pertolongan dan bimbingan dari Allah Ta’ala, sehingga, tidak ada upaya yang akan berhasil jika tidak dibarengi dengan doa yang sunguh-sungguh. Peran doa sangat ditekankan. Hadhrat Masih Mau’ud as menegaskan pentingnya doa dalam menjaga sebuah rumah yang baik:

“Jika kalian ingin tinggal dengan aman dan merasakan kedamaian didalam rumah kalian, kalian harus banyak berdoa. Penuhi rumah-rumah kalian dengan doa-doa. Sebuah rumah dimana doa-doa dipanjatkan secara teratur tidak akan dihancurkan oleh Tuhan” [9]

Doa-doa yang dipanjatkan secara tetap dan teratur dalam bentuk Shalat dan doa, merupakan hal yang penting untuk keberhasilan dalam membesarkan anak-anak yang shaleh. Allah Swr sendiri telah mengajarkan kepada kita di dalam Firman-Nya “Ya Tuhan kami, karuniakanlah istri-istri dan anak anak kami menjadi penyejuk mata bagi kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orangorang yang bertaqwa.[10]

Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:

“Saya berharap bahwa dibanding menghukum anak-anak, para orang tua harus mengambil jalan doa, dan harus menjadikannya kebiasaan untuk memohon secara tekun bagi anak-anak mereka, permohonan para orang tua bagi anak-anak mereka akan diterima secara istimewa.”[11]

Semoga kita dapat mengamalkan apa-apa yang telah dinasihatkan kepada kita semua, agar pada akhirnya cita-cita dan harapan kita melahirkan serta membentuk generasi Ahmadi yang bertaqwa dapat terwujud demi kemenangan Islam yang kedua kali dibawah tali Khilafat ini. Amiin.



[1] Q.s At-Tahrim 66 :11-12

[2] Surga dibawah telapak Kaki Ibu, Karya Hadhrat Khalifatul Masih IV Rh

[3] Qs. 20:51

[4] HR. Ahmad, Juz. VI, h. 68

[5] Al-Azhar, Kompilasi oleh Hadhrat Syeda Maryam Siddiqa.

[6] Ceramah  Hadhrat Khalifatul Masih II Ra, Desember 27.1939

[7] Ceramah Hadhrat Khalifatul Masih VI rh, 27 -12-1991

[8] Ceramah Hadhrat Khalifatul Masih VI rh, 27 -12-1991

[9] Malfudzat

[10] Qs. 25: 75

[11] Malfudzat