Pengikut

Sabtu, 30 Januari 2021

Benarkah Konsep Awal Khilafat Islam adalah Kekuasaan? Sepenggal kisah dari kehidupan para Sahabat ra Saat kewafatan Nabi Muhammad Saw

 Prokontra Khilafat

Saat   ini  di  Negara    kita   tercinta Indonesia,  sedang  maraknya  pro-kontra berkenaan  dengan  istilah  Khilafat  atau orang yang ditunjuk sebagai pimpinannya disebut khalifah,   hal  ini  terjadi  akibat     beberapa pemahaman   yang berbeda-beda dalam memahami konsep Khilafat. ada golongan yang menghendaki terbentuknya sebuah pemerintahan dunia dalam bentuk ideologi khilafat, yang dipimpin oleh seorang khalifah, yang diidentikan dengan seseorang yang memiliki kekuasaan seperti hal nya presiden atau raja. Di sisi lain, ada juga golongan yang berpendapat bahwa khilafat itu tidaklah penting, bahkan tertolak di Indonesia dalam bentuk apapun. 

Sementara pandangan lain, disampaikan oleh Jemaat Islam Ahmadiyah, bahwa konsep khilafat itu, merupakan janji Allah Swt yang mesti disyukuri oleh orang-orang yang beriman. lebih lanjut Jemaat Ahmadiyah senantiasa menegaskan bahwa khilafat yang dijanjikan oleh Allah Swt adalah sebuah bentuk manifestasi keagungan Allah Swt sesudah karunia kenabian, dalam rangkaian tali persatuan umat Islam, dibawah baiat seorang khalifah yang dibalut dan diikat oleh kekuatan nizam dan keita'atan rohaniah, tidak dalam bentuk politik praktis, bahkan tidak dalam bentuk pemahaman ideologi dunia yang sangat menghendaki khalifah berkedudukan seperti halnya presiden, yang memiliki kekuatan mutlak untuk dapat mengatur dan menghukum orang-orang yang tidak sepaham dengan ideologinya. 

Oleh sebab itu,menurut hemat saya, marilah kita mencoba memahami konsep khilafat  ini dari sepenggal riwayat kehidupan para Sahabat Ra yang tertulis di dalam sejarah Islam, agar pada akhirnya sedikit wawasan kita terbuka akan konsep khilafat ini

1.              Lahirnya matahari kebenaran

kita mengetahui bahwa, sekitar 1500 tahun yang lampau, apa yang telah diciptakan oleh Allah Swt, mulai dari langit dan bumi telah merasakan dan menyaksikan suatu anugerah Illahi yang luar biasa. ketika langit diliputi kegelapan, bumi diselimuti kemusyrikan, timbulah matahari kebenaran yakni kenabian yang agung, langit yang gelap berubah menjadi terang benderang, bumi yang gaduh dengan kemusyrikan terdiam, terpana dengan indahnya akhlak dan wujud yang paripurna dari Sang Nabi Tercinta Nabi Muhammad saw. beribu-ribu manusia yang tidur lelap, terperanjat terbangun menuju lembah cahaya keimanan. 

Dari semua itu dengan kelahiran Nabi Muhammad Saw,  lahirlah  Islam  seperti mata air yan menyemburkan air  yan berlimpah  bagi  mereka  yang   kekeringan, berlomba-lomba manusia berlari  berebut akan  kenikmatan air rohani bagi  mereka yang  ingin  melepaskan dahaga selama  ini. Bumi yang  kering  selama  berabad-abad dan  tanah yang  tandus itu pun ikut menjadi subur, menikmati keberkahan dari  mata air rohani  ini.

Pendeknya terjadilah sebuah perubahan yang agung dalam keseluruhan alam yang dibawa oleh wujud suci Nabi Muhammad saw. Dia wujud yang fana kepada Tuhan, tenggelam dalam do'a sepanjang malam, akibat dari air mata beliau saw, mereka yang jiwaya sudah mati berabad-abad, menjadi hidup kembali laksana bayi yang baru lahir ke dunia ini. kenikmatan dan anugerah Illahi ini terwujud dalam bentuk sosok manusia yang paling sempurna. 

2.               Titik berat ujian bagi para sahabat

        Namun, dalam titik kulminasi, ketika wujud yang paripurna ini wafat meninggalkan umatnya, ketika gambaran air sungai yang jernih sekaran akan menjadi keruh saat ditinggal sang penjaga mata air rohani ini. betapa sedihnya hari para sahabat yang mencinta wujud beliau saw. kesedihan meliputi mereka, tak dapat kita bayangkan betapa terpukulnya hati para sahabat ra, semua sahabat merasa akan gila karena kesedihan yang sedemikian berat. tidak ada beban dan ujian yang paling berat mungkin yang dirasakan oleh para sahabat ra, kecuali saat kehilangan seseorang yang dikasihi yang kasihnya melebihi dari keluarganya. selain itu yang membuat seakan-akan gila bagi mereka adalah siapa yang akan membimbing dan meneruskan amanah untuk menjaga dan memelihara pohon Islam yang sedang tumbuh menghijau ini.

        Bahkan dalam sejarah, tergambar seorang sahabat yang sangat terpukulnya akan kepergian Nabi Muhammad saw, yakni Hadhrat Umar ra, beliau adalah sosok yang sangat gagah, tegas, tapi beliau sangat begitu terpukul karena kepergian Nabi Muhammad saw, dapat kita gambarkan, suasana yang menggambarkan keterpukulan beliau ra, adalah dengan mengatakan kepada semua yang hadir saat itu, "Barang siapa yang mengatakan Muhammad itu mati, aku tidak segan-segan akan memenggal batang lehernya." hal ini menggambarkan kepiluan beliau ra, karena cintanya kepada wujud yang paripurna yakni Nabi Muhammad saw, yang telah memencarkan begitu banyak nur-nur kehidupan bagi semua umat saat itu.



{Bersambung}...

.

Kamis, 21 Januari 2021

Ketinggian Al-Quran Suci Dalam Pandangan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as

 

Ketinggian Al-Quran Suci

Dalam Pandangan Hadhrat Masih Mau’ud as

 

 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (البقرة: 186)

 

"Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk agung bagi umat manusia sebagai tanda-tanda nyata yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang petunjuk dan pembeda antara hak dan batil. Maka, barang siapa di antara kamu melihat bulan ini, berpuasalah di dalamnya. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, hendaknya menyempurnakan bilangannya pada hari-hari lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, dan ingin supaya kamu bisa menyempurnakan bilangannya dengan mudah, dan supaya kamu mengagungkan Allah karena telah memberi petunjuk kepadamu dan supaya kamu bersyukur." (2:186)

“Wa Kaana Jibrilu Yalqoohu fii kulli lailatin Min Syahri Romadhoona Fayudaarisuhul Qur’an”

 ( Hr. Bukhari)

“ Dan Jibril menemui Beliau Saw di setiap bulan Ramadhan untuk mudarosah (mempelajari ) al-Quran .”

Bulan Ramadhan datang berkali-kali dalam kehidupan kita. Kita tahu bahwa selama kehidupan Hadhrat Muhammad Rasulullah saw setiap tahun selama bulan Ramadhan Hadhrat Jibril selalu mengulangi Al-Qur'an yang telah diwahyukan sampai saat itu dengan beliau Saw, dengan pengecualian tahun terakhir  dalam kehidupan Hadhrat Rasulullah saw ketika Al-Qur’an telah diwahyukan secara keseluruhan dan beliau telah menerima wahyu:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا (المائدة: 4)

'... hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-lengkapkan atasmu nikmat-Ku dan telah Ku-pilih Islam sebagai agamamu ... '(Al-Maidah 5: 4).

Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Hadhrat 'Aisyah ra. pada Ramadhan tahun terakhir ini Jibril turun dan Al-Qur'an diulang sebanyak dua kali.

Dari keterangan di atas tentunya kita mesti memahami bahwa ada beberapa hikmah berkenaan dengan tingginya derajat Al-Quran ini, yang mesti kita renungkan dan amalkan didalam kehidupan kita sehari-hari.  Dibawah ini, beberapa tulisan dan sabda Hadhrat Masih Mau’ud as, dari banyaknya tulisan dan sabda-sabda Beliau As, berkenaan dengan  ketinggian derajat Al-Quran.

1.   Al-Quran Merupakan Sumber Petunjuk/ Hukum Pertama dari antara 3 sumber Hukum

Hadhrat Masih Mau’ud as Bersabda:

“….Ada tiga hal yang Tuhan telah berikan kepadamu sebagai petunjuk. Yang pertama-tama adalah Al-Quran….” [1].

Sarana petunjuk kedua ialah Sunnah, yakni, teladan suci yang diperlihatkan dengan amal perbuatan Rasulullah s.a.w., umpamanya: untuk memperlihatkan cara Shalat beliau s.a.w. shalat, dan untuk memperlihatkan cara puasa beliau sendiri melakukan puasa. Yang demikian itu disebut Sunnah, yakni, amal perbuatan Nabi s.a.w. yang memperlihatkan firman Tuhan dalam bentuk amal perbuatan.[2]

Sarana petunjuk ketiga ialah Hadits, yakni, sabda-sabda Nabis.a.w. yang dikumpulkan sesudah beliau tiada. Derajat Hadits adalah lebih rendah dari Quran dan Sunnah, sebab kebanyakan Hadits adalah meragukan. Akan tetapi jika disertai Sunnah, maka Hadits itu akan menjadi sesuatu yang yakin.”[3]

Dari sabda Beliau as, dapat dipahami bahwa sumber Hukum atau petunjuk bagi kita ada 3 tingkatan yakni Al-Quran, Sunah Nabi dan Hadits. Lebih jauh Beliau as menjelaskan berkenaan dengan derajat masing-masing, terutama dalam menjelaskan derajat antara Sunah dan Hadist merupakan sesuatu yang berbeda.

Beliau as bersabda: “Hendaklah diingat, ketika datang seorang nabi dari Allah SWT, maka ia datang dengan mengemban dua tanggung jawab. Dan menjadi kewajiban baginya untuk menyampaikan kedua tanggung jawab tersebut sebagai amanat. Yang pertama adalah Kalam Ilahi. Yang kedua adalah memperlihatkan amalan yang sesuai dengan Kalam Ilahi. Dalam pandangan Tuhan, kedua hal ini merupakan ashl (perkara yang pokok). Kedua hal itulah yang disebut Kitab dan Sunah. Sekarang ada hal ketiga yang disertakan dengan keduanya. Ia adalah  hadis. Keyakinan kami adalah, perkara yang ketiga, yakni hadis, kami tidak akan menerimanya selama ia bertentangan dengan yang dua, yakni Kitab dan sunah.  Sebagai suatu kesalahan besar, orang-orang itu telah mencampuradukkan antara sunah dengan hadis dan menjadikannya satu. Padahal sunah dan hadis adalah dua hal yang terpisah. Sunah adalah sesuatu yang lain, dan hadis merupakan hal yang lain lagi. Arti sunah adalah thariq (cara) dan amal (perbuatan), sedangkan pengertian hadis hanyalah perkataan.[4]

2.   Al-Quran Merupakan Jalan untuk Bermujahadah atau Berjihad

Ketika berbicara berkenaan dengan Jihad, tentunya pengertiannya tidak dapat kita sempitkan ke dalam jihad melalui peperangan semata, tetapi Hadhrat Masih Mau’ud as mengajarkan kepada kita bahwa untuk melaksanakn Jihad pada tingkat Jihad Kabir, Beliau As menuntun kepada kita untuk senantiasa mengamalkan dan mematuhi dari perintah-Perintah Allah Swt.

Beliau As Bersabda: “…Berhati-hatilah dan janganlah melangkahkan kaki walaupun hanya selangkah tetapi bertentangan dengan ajaran Tuhan dan petunjuk AlQuran. Aku berkata dengan sesungguh-sungguhnya, bahwa barangsiapa mengabaikan suatu perintah sekecil-kecilnya di antara sejumlah tujuh ratus buah perintah Al-Quran, ia menutup pintu keselamatan bagi dirinya sendiri dengan tangannya sendiri. Jalan keselamatan yang sempurna dan hakiki dibuka oleh Al-Quran, sedang semua jalan lainnya adalah bayangannya.”[5]

3.   Al-Quran Merupakan Sarana Kebahagiaan dan Ladang Pahala

Dalam membahas berkenaan dengan Sarana Kebahagian tentunya kita sebagai orang-orang beriman menilai sebuah kebahagian sejati adalah ketika kita mencintai Allah Swt dan Allah Swt mencintai kita sehingga hubungan erat dengan Sang Maha Pencipta itu bagaikan seorang kekasih yang saling mencintai. Hadhrat Masih Mau’ud As, menjelaskan bagaimana cara kebahagian itu dapat diperoleh melalui Al-Quran.

Beliau As bersabda: “Maka, bacalah Al-Quran dengan seksama dan hendaklah kamu sangat mencintainya, dan dengan demikian rupa cintanya sehingga kamu belum pernah mencintai sesuatu yang lain dari itu, karena sebagaimana Tuhan berfirman kepadaku: Yakni, bahwa segala macam kebaikan terdapat di dalam Al-Quran, itu sungguh benar!

“Alangkah sayangnya orang-orang yang lebih mengutamakan sesuatu selain Al-Quran. Sumber segala kebahagiaan dan keselamatan bagimu terdapat di dalam Al-Quran. Tiada sebuah pun keperluan agamamu yang tidak terdapat di dalam Al-Quran. Saksi yang membenarkan maupun yang mendustakan keimananmu pada hari kiamat adalah AlQuran. Di bawah kolong langit ini tidak ada sebuah Kitab pun yang secara langsung dapat memberi petunjuk kepadamu kecuali Al-Quran. Allah Ta'ala telah berkenan berbuat banyak kebajikan kepadamu dengan menganugerahkan kepadamu sebuah kitab Suci seperti Al-Quran.”[6]

“…Mereka tahu bahwa Al-Qur'an adalah kunci semua keberhasilan dan harus diikuti. Namun, tidak, bahkan (Al-Quran) itu tidak dipedulikan! ... Umat Muslim seharusnya - dan juga penting bagi mereka saat ini –menganggap mata air ini sebagai berkah yang luar biasa dan menghargainya. Menghargai adalah dengan mengamalkannya. Maka Mereka akan melihat bagaimana Allah Ta’ala akan menghilangkan masalah dan kesulitan mereka. Seandainya umat Muslim memahami dan merenungkan bahwa Allah Ta'ala telah menciptakan jalan kebaikan bagi mereka dan mereka melangkah di atasnya dan mengambil manfaatnya.”[7]

4.   Al-Quran Merupakan Nikmat dan Harta Pusaka untuk Kehidupan di dunia dan di Akhirat

Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan berkenaan dengan ketinggian nikmat dan kelebihan al-Quran diantara kitab-kitab yang lain, Al-Quran merupakan nikmat yang dianugerahkan dalam bentuk Rohulkudus yang menampakkan diri dalam bentuk yang agung, sehingga seluruh alam semesta dipenuhi oleh wujudnya dan bumi sampai langit

Beliau As Bersabda: “…Oleh karena itu hargailah nikmat yang dilimpahkan kepadamu. Nikmat itu sungguh berharga sekali. Nikmat kesayangan itu merupakan suatu harta pusaka yang besar nilainya. Jika sekiranya Al-Quran tidak diturunkan, maka seantero dunia ini tidak ubahnya hanya laksana segumpal daging yang menjijikkan belaka. Al-Quran adalah sebuah Kitab agung, dan semua petunjuk tandingannya adalah tidak berarti.”

“Pembawa Injil adalah Rohulkudus yang menampakkan diri dalam bentuk seekor burung merpati, seekor hewan yang tak berdaya lagi lemah, seekor kucing pun dapat menerkamnya. Oleh karena itulah hari demi hari orang-orang Kristen kian jatuh ke jurang kelemahan, lagi pula jiwa rohaniatnya sudahtidak ada lagi di dalam diri mereka, sebab tumpuan keimanan mereka terletak pada burung merpati.”

“Akan tetapi Rohulkudus Al-Quran menampakkan diri dalam bentuk yang agung, sehingga seluruh alam semesta dipenuhi oleh wujudnya dan bumi sampai langit. Jadi, alangkah jauhnya perbedaan di antara burung merpati dan penampakkan agung yang disebutkan juga di dalam Al-Quran Suci.”[8]

5.    Al-Quran adalah sarana Hijrah menjadi seorang I’badur Rahman (Hamba-Hamba Allah Yang dirahmati-Nya)

Hadhrat Masih Mau’ud As Bersabda: “Al-Quran dapat membuat seorang orang menjadi insan suci dalam jangka waktu seminggu. Al-Quran dapat membuat dirimu seperti para nabi, asalkan saja kamu sekalian, dari segi lahiriah atau pada dasarnya, tidak berpaling daripada Al-Quran. Selain Al-Quran Kitab mana lagi yang pada awal mula sekali mengajarkan kepada para pembacanya doa, dan memberikan pengharapan sebagai berikut:

Yakni, tunjukkanlah kepada kami jalan kenikmatankenikmatan yang telah ditunjukkan kepada orang-orang dahulu, yaitu nabi, shiddiq, syahid, dan saleh! Oleh karena itu, pertinggilah semangatmu, dan janganlah menolak seruan AlQuran sebab Dia berkenan memberi kepadamu kenikmatankenikmatan yang pernah dianugerahkan kepada orang-orang dahulu. Tidakkah Dia memberikan kepadamu negeri dan Baitul Muqaddas yang pernah dipunyai orang-orang Bani Israil dan yang kini ada di dalam kekuasaanmu?[9]

6.   Al-Quran  Merupakan Kitab Syariat yang sempurna, dan Melengkapi kitab-kitab yang lain

Hadhrat Masih Mau’ud As  bersabda, "Ketahuilah dengan pasti bahwa (Al Quran) ini menyampaikan suatu agama yang tidak ada keberatan bisa ditujukan padanya karena berkat-bekat dan buah-buahnya segar. Injil tidak menjelaskan agama dengan sempurna. Ajarannya mungkin sesuai dengan masa itu tetapi jelas tidak cocok untuk setiap zaman dan untuk setiap situasi. Keunggulan  ini hanya dimiliki oleh Al-Qur’an karena Allah Ta'ala telah memberikan obat penawar untuk setiap penyakit di dalamnya dan telah memberikan tarbiyat bagi semua kemampuan (manusia). Keburukan apapun telah dijelaskan, cara untuk menghapusnya juga telah diberikan. Oleh karena itu, teruslah baca Al-Qur’an dan teruslah berdoa dan berusaha dan jaga tindakan kalian sesuai dengan ajarannya.[10]

Lebih Jelas Beliau Bersabda: “Al-Quran tidak mengatakan kepadamu seperti yang dikatakan Injil bahwa kamu jangan memandang kepada wanita-wanita bukan muhrim dengan pandangan buruk dan dengan pikiran yang mengandung rasa berahi, sedangkan memandang kepada mereka tanpa itu (padangan buruk dan mengandung berahi) adalah halal. Malahan Al-Quran mengatakan, bahwa janganlah sekali-kali memandang (kepada mereka), baik dengan pandangan buruk atau pun pandangan baik, karena hal itu semua dapat menyebabkan kamu tergelincir. Kebalikannya, hendaklah kamu, bilamana berhadapan dengan orang-orang bukan-muhrim meredupkan matamu; dan hendaklah jangan sedikit pun mengetahui parasnya. Akan tetapi diperkenankan (memandang) sampai batas seperti keadaan orang berpenyakit katarak, melihat dengan mata berkabut.”

“Al-Quran tidak mengatakan kepadamu seperti yang dikatakan Injil, bahwa Kamu hendaknya jangan minum minuman keras sebanyak yang dapat menjadikanmu mabuk, tetapi Al-Quran mengatakan bahwa janganlah sama sekali meminumnya, sebab kamu tidak akan menemukan jalan Tuhan, dan Tuhan tidak akan bercakap-cakap denganmu, lagi Dia tidak akan membersihkan kamu dari kekotorankekotoran. Dan Al-Quran mengatakan, bahwa itu adalah penemuan syaitan, maka kamu harus menjauhinya.”

“Al-Quran tidak hanya mengatakan kepadamu seperti yang dikatakan Injil, bahwa janganlah kamu marah kepada saudaramu tanpa sebab; tetapi ia (Al-Quran) mengatakan bahwa kamu hendaknya bukan hanya harus menahan amarahmu saja, bahkan amalkanlah pula:. (memberi nasihat dengan kasih-sayang) dan hendaknya kamu mengatakan pula kepada orang lain supaya berlaku serupa itu. Bukan hanya kamu sendiri yang berlaku kasih-sayang, melainkan kamu mengamanatkan kepada semua saudaramu juga untuk berkasih sayang.”[11]

Inilah beberapa contoh yang Beliau as Jelaskan berkenaan dengan Kesempurnaan 

Al-Quran yang sempurna dan melengkapi dari kitab-kitab terdahulu.

Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk menjadikan kitab agung ini bagian dari kehidupan kita dan meraih keridhaan Allah! Semoga Ramadhan ini memberi kita pengetahuan yang lebih besar tentang Al-Qur'an.

 Wa Aakhiru Da’wana “anilhamdulillahi Robbil’alamin.

 

Khaksar

Ataul Mujeeb Ya,  Belitung



[1] Bahtera Nuh, Hal. 48

[2] Catatan kaki, Bahtera Nuh, H. 48

[3] Catatan kaki, Bahtera Nuh, H. 48

[4] Al-Hakam, 24 Maret 1902, Hal. 2

[5] Bahtera Nuh H. 48-49

[6] Bahtera Nuh H. 49

[7] Malfuzhat, vol. 7, hal. 181-182

[8] Bahtera Nuh H. 50

[9] Bahtera Nuh H.50-51

[10] Malfuzhat, vol.9 hal. 122

[11] Bahtera Nuh H. 53-56